Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah dan pihak terkait lebih mencermati soal proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan wacana dibukanya sekolah kembali di tengah pandemi Covid-19.
Apalagi pasien positif Covid-19 terus mengalami peningkatan.
"Perkembangan pandemi masih belum menunjukkan normal, kecuali ada data yang mampu meyakinkan sebaliknya," kata Fikri kepada Tribunnews, Kamis (14/5/2020).
Diketahui, pengumuman pendaftaran PPDB sudah mulai berjalan secara nasional, sesuai dengan aturan dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB tingkat TK hingga SMA/SMK, bahwa pengumuman pendaftaran PPDB selambat-lambatnya pada pekan pertama bulan Mei.
Baca: Politikus PKS Kritik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Jangan Mengakali Hukum Terbitkan Perpres 64/2020
Baca: Jadwal Belajar dari Rumah TVRI Kamis 14 Mei 2020: Khan Academy, Jenderal Sudirman dan Matematika
Baca: Kabar Para Pemain Sinetron Kisah Sedih di Hari Minggu, Ada yang Hijrah dan Mundur Jadi Artis
"Di masa seperti sekarang, idealnya PPDB dan proses belajar secara daring, namun kendala masih banyak di sana-sini," kata politikus PKS ini.
Fikri mengatakan proses PPDB yang sepenuhnya daring (online) dikhawatirkan memunculkan potensi penyimpangan lebih tinggi.
"Misal pemalsuan dokumen, secara digital sangat mudah dilakukan, terlebih fisik aslinya tidak bisa dicek langsung," ucap Fikri.
Karena itu, dia meminta agar tahap verifikasi dilakukan dua tahap, yakni ditambah dengan mencocokkan antara dokumen yang diberikan siswa dengan data kependudukan nasional atau dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN).
"Seharusnya bisa terlacak dari database yang ada," katanya.
Fikri menambahkan, jalur prestasi dalam proses PPDB juga dinilai membingungkan, terutama setelah tidak adanya Ujian Nasional (UN).
Sebelumnya, menurut Permendikbud 44/2019 jalur prestasi ditentukan berdasarkan nilai UN siswa dan prestasin non-akademis.
Namun, dengan surat edaran Mendikbud no.4/2020, UN ditiadakan, dan sebagai gantinya prestasi siswa dilihat dari akumulasi nilai rapor pada lima semester terakhir.
"Padahal parameter nilai siswa di tiap sekolah bisa berbeda, juga sangat tergantung subjektivitas guru. Nah ini bisa jadi masalah baru," ucapnya.
"Apakah ketentuan soal nilai rapor ini mengacu pada nilai mata pelajaran yang sebelumnya di-UN saja, bila demikian maka tentu ada potensi bakat anak di bidang lain yang menjadi tidak terlihat," imbuhnya.