Selanjutnya, pada 21 Januari pimpinan KPK menandatangani surat pengembalian Rossa ke Polri.
Setelah itu KPK mengembalikan Rossa ke Polri lewat surat pimpinan KPK tanggal 24 Januari 2020. Surat itu telah diterima Polri pada 24 Januari.
Dalam perjalanannya, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono justru meneken surat pembatalan penarikan tertanggal 21 Januari 2020. Namun, surat itu diterima KPK pada 28 Januari 2020.
Merespons surat pembatalan penarikan oleh Polri tersebut, pimpinan KPK sepakat tetap pada keputusan pada 15 Januari 2020, yakni menyetujui permintaan Polri menarik Rossa.
Pengembalian ini berujung kepada protes. Bahkan, Wadah Pegawai KPK telah melaporkan Firli Bahuri Cs ke Dewan Pengawas KPK.
Yudi menuturkan bahwa terdapat dugaan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan berpotensi melanggar etik terhadap pengembalian Rossa.
Yudi menilai pengembalian itu tidak sesuai mekanisme yang berlaku. Pasalnya, menurut dia, masa bakti Rossa di KPK habis pada September 2020.
Rossa, kata Yudi, juga tidak pernah dinyatakan melakukan pelanggaran etik yang notabene menjadi unsur pengembalian paksa ke instansi asal.
"Bahwa terdapat dugaan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dan bahkan berpotensi melanggar etik khususnya jaminan agar KPK dapat menjalankan fungsi secara independen," kata Yudi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jum'at (7/2/2020).