Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salamm, meminta pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempertimbangkan secara matang sebelum memutuskan menggelar tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) mulai 6 Juni 2020.
Menurut dia, harus terdapat perubahan metode tahapan apabila pesta demokrasi rakyat di tingkat daerah itu digelar pada saat pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19). Sebab, dia mengkhawatirkan akan menimbulkan antipati dari masyarakat.
“Hati-hati menyikapi Pilkada. Jangan sampai KPU terlalu memaksakan Pilkada menimbulkan antipati masyarakat,” kata dia, pada sesi diskusi Tantangan dan Integritas Penyelenggara Pilkada 2020 di Masa Pandemi Covid-19, Kamis (21/5/2020).
Baca: Bawaslu: Aspek Kesehatan Harus Jadi Prioritas dalam Pelaksanaan Pilkada
Pada saat ini, kata dia, masyarakat memprioritaskan mengurus kepentingan pribadi daripada menggunakan hak untuk memilih. Sehingga, dia mengkhawatirkan, apabila dipaksakan pemungutan suara pada bulan Desember akan berlangsung tidak maksimal.
Baca: Pilkada 2020 Sebaiknya Ditunda Hingga 2021 Jika Bulan Juni Tren Corona Makin Naik
Secara pribadi, dia meyakini, penyelenggaraan Pilkada pada 2021 akan lebih berkualitas dibandingkan pada tahun ini. Untuk itu, dia mengingatkan penyelenggara pemilu agar berhati-hati mengambil sikap memutuskan pelaksanaan ajang demokrasi tersebut.
Baca: Sikapi Soal Penyelenggaraan Pilkada 2020, PKS Minta Menkes dan Mendagri Satu Suara
“Kami harap penyelenggaraan sikap hati-hati jangan menimbulkan kualitas pilkada terburuk. Saya secara pribadi (Pilkada,-red) tahun depan, karena kualitas lebih bagus. Jangan asal dilaksanakan dan dijalankan sehingga menimbulkan preseden tidak baik,” ujarnya.
Dia mengkhawatirkan Pilkada justru akan menjadi sarana penyebaran Covid-19 apabila dipaksakan digelar pada tahun ini.
“Jangan sampai penyelenggara pemilu dianggap sumber Covid. Kalau timbul persepsi negatif, saya cukup prihatin. Karena akan terjadi antipati masyarakat. Timbul persepsi negatif terhadap KPU. Saya khawatir Pilkada pada bulan Desember akan memperparah Covid,” tambahnya.
Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menunda tahapan pilkada serentak 2020. Keputusan tersebut tertuang dalam surat bernomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/111/2020 yang ditandatangani Ketua KPU Arief Budiman pada 21 Maret 2020.
Dalam surat tersebut, penundaan Pilkada Serentak 2020 sebagai respons perkembangan penyebaran virus corona (covid-19) di mana pemerintah Indonesia telah menetapkan sebagai bencana nasional.
Penundaan Pilkada 2020 membuat terhentinya empat tahapan pilkada yang sedang berlangsung dan tersusun. Keempat tahapan tersebut, yaitu: pelantikan dan masa kerja panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP), pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit), dan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, mengamanatkan waktu pemungutan suara Pilkada 2020
Perppu tersebut berisikan penundaan gelaran Pilkada serentak hingga Desember 2020. Alasannya adanya bencana non-alam, yaitu pandemi Corona.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) pasca penundaan akibat pandemi Covid-19, dimulai pada 6 Juni 2020. Dan, pemungutan suara akan dilakukan pada 9 Desember 2020.