TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Deputi Penindakan KPK Karyoto ke Dewan Pengawas (Dewas).
Pelaporan didasari lantaran MAKI menilai ada pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Karyoto terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang belakangan dilimpahkan ke polisi.
"Hari ini, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, via email telah menyampaikan surat kepada Dewan Pengawas KPK berupa laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Karyoto," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa (26/5/2020).
Dugaan pelanggaran etik yang dimaksud MAKI ialah terkait keterangan tertulis Karyoto tentang OTT tersebut.
Pada Jumat (22/5/2020), Karyoto merilis pernyataan tertulis soal OTT yang dilakukan KPK dua hari sebelumnya.
MAKI mencatat ada tiga poin dugaan pelanggaran kode etik Karyoto.
Pertama, pernyataan tertulis atas nama Karyoto selaku Deputi Penindakan KPK.
"Hal ini bertentangan dengan arahan dan evaluasi Dewan Pengawas KPK yang berisi bahwa yang diperkenankan memberikan pernyataan terkait penanganan suatu perkara (kasus) kepada media adalah Pimpinan KPK dan atau juru bicara KPK," papar Boyamin.
Kedua, mengenai penyebutan nama lengkap orang-orang yang diamankan dan diperiksa terkait OTT.
Boyamin menilai ini seharusnya tak disebutkan demi asas praduga tak bersalah.
"Konpers KPK atas kegiatan tangkap tangan (OTT) selalu dengan penyebutan inisial untuk nama-nama yang terkait dengan OTT," kata dia.
Ketiga, MAKI menduga ada pernyataan Karyoto yang tak benar. Sebab di awal pernyataannya, ia menyebut keterangan itu dikeluarkan guna menjawab pertanyaan wartawan.
"Hal ini diduga tidak benar karena informasi OTT tidak bocor. Sehingga tidak ada wartawan yang menanyakan kabar OTT dan diduga OTT diberitahukan oleh Karyoto kepada wartawan dalam bentuk release," kata Boyamin.
Selain itu MAKI juga menyoroti mengenai OTT KPK terhadap Dwi Achmad Noor yang merupakan Kabag Kepegawaian UNJ itu.