TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak diberitakan miring dalam beberapa hari ini, Direktur Utama LPP TVRI, Iman Brotoseno akhirnya membuat pernyataan.
Brotoseno memang belum sepekan diangkat jadi Dirut TVRI.
Namun pengangkatannya menuai kontroversi.
Di media sosial, banyak netizen yang membagikan tangkapan layar cuitan Iman Brotoseno di Twitter beberapa waktu lalu yang mengandung polemik.
Berikut pernyataan Brotoseno kepada Tribunnews.com, Jumat (29/5/2020).
Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala atas ridho dan karunia-Nya sehingga saya dilantik sebagai Direktur utama LPP TVRI ( PAW ) 2020 – 2022.
Latar belakang saya adalah seorang pekerja seni – sutradara film, penulis, fotografer yang mungkin mempunyai cara pandang bersikap yang bisa dianggap berbeda bagi sebagian orang.
Banyak tulisan tulisan saya di blog pribadi atau majalah yang bisa menunjukan siapa saya.
Mulai dari topik kebangsaan, sejarah, alam, fotografi, masalah aktual (current issue), politik, budaya juga agama Islam.
Dalam tahun 2006 – 2008 saya sering menjadi kontributor foto dan artikel tentang penyelaman di berbagai majalah, termasuk salah satunya pernah dimuat hanya satu kali, di majalah Playboy Indonesia, edisi September 2006 dengan judul “ Menyelam di Pulau Banda “.
Tulisan ini fokus mengulas wisata bahari dan sama sekali tidak ada unsur pornografi.
Majalah tersebut, sangat berbeda dengan versi di luar negeri. Banyak penulis juga mengisi majalah tersebut dan banyak tokoh nasional juga yang diwawancara di Playboy Indonesia.
Tentunya hal ini tidak menghilangkan integritas penulis dan tokoh yang bersangkutan, karena substansinya tidak terkait pornografi.
Bahkan sikap Dewan Pers ketika itu menilai terhadap putusan MA yang memvonis Erwin Arnada sebagai Pemred majalah Playboy Indonesia pada tahun 2010.
Dewan Pers, secara tegas menolak menyebutkan majalah Playboy Indonesia melanggar pasal pornografi. Bahkan Dewan Pers menilai, putusan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi pers.
Sesudah pelantikan menjadi Direktur Utama TVRI, saya menyatakan, dalam era digital sekarang kita semua punya rekam jejak digital dan peristiwa masa lalu.
Sejak awal, saya tidak pernah berbohong kepada publik, dimana semua bisa dilihat dalam jejak digital dan tidak ada kasus pelanggaran hukum dimasa lalu.
Saat itu Netizen masih belum terpolarisasi dan belum terjadi perpecahan kubu aspirasi politik maupun ideologi seperti sekarang.