Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana meminta pihak Mahkamah Agung meninjau kembali masa hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor.
Dia mencatat para koruptor yang telah mengambil uang negara itu mendapatkan hukuman yang ringan.
Sepanjang 2019, ICW mencatat rata-rata vonis perkara korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
Terakhir, anggota PDI Perjuangan, Saeful Bahri, divonis pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan ditambah denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menyuap komisioner KPU RI periode 2017-2022, Wahyu Setiawan sebesar RP 600 juta.
"Vonis ringan dalam perkara korupsi semestinya menjadi fokus Ketua Mahkamah Agung. Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera bagi pelaku korupsi jika hukuman masih rendah," kata dia, dalam keterangannya, Jumat (29/5/2020).
Menurut dia, rendahnya vonis terhadap Saeful Bahri itu tidak dapat dilepaskan dari kerja penuntutan KPK. Dia menilai, KPK memandang enteng perkara suap permohonan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Baca: Pegiat HAM Sebut Wawancara dengan Koruptor Tak Masalah Asal Sesuai Prosedur
Baca: Kasus Korupsi DAK Pendidikan, MA Tolak Permohonan Mantan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar
Pada saat penuntutan, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Saeful Bahri 2 tahun 6 bulan penjara.
Sejak awal, dia sudah memprediksi vonis terhadap perkara korupsi yang melibatkan mantan calon anggota DPR RI dari PDI P, Harun Masiku, akan sangat rendah.
"Publik bisa melihat KPK telah melunak terhadap para pelaku korupsi," tambahnya.