Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum Ruslan Buton membenarkan kliennya kini ditahan di Bareskrim Polri karena meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.
Kini Ruslan sudah menghuni rutan Bareskrim untuk 20 hari kedepan yakni 29 Mei 2020 hingga 17 Juni 2020. Sebelum ditahan, Ruslan sempat nolak Berita Acara Penahanan.
Terkait penahanan tersebut, perwakilan kuasa hukum Ruslan Buton, Tonin Tachta Singarimbun mengaku telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan atas kliennya.
Baca: Sepak Terjang Ruslan: Terlibat Kasus Pembunuhan, Dipecat dari TNI AD Hingga Terancam 6 Tahun Penjara
Surat permohonan penangguhan penahanan sudah diajukan ke penyidik dan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dengan nomor surat 05/ALF-RB/penangguhan-0520.
Baca: Ruslan Buton Ditahan, Pengacara Ajukan Penangguhan Penahanan dan Pemanggilan Saksi Ahli
"Kami sudah ajukan permohonan penangguhan penahanan ke penyidik. Selain itu kami minta supaya dihadirkan saksi ahli di penyidikan ini," ungkap Tonin dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (30/5/2020).
Toni menilai penyidik sangat tergesa-gesa untuk menahan kliennya. Padahal materiil yang disangkakan belum tentu pidana.
Atas dasar itulah, kubu Ruslan Buton meminta penyidik memeriksa ahli bahasa, ahli pidana hingga ahli pemerintah untuk menghentikan perkara.
Diketahui Ruslan ditangkap di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5/2020) kemarin tanpa ada perlawanan.
Penangkapan oleh tim gabungan Satgassus Merah Putih bersama Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Buton ini karena adanya laporan yang masuk ke SPKT Bareskrim Polri
dengan nomor LP/B/0271/V/2020/BARESKRIM tanggal 22 Mei 2020
Terpisah Kabid Humas Polda Sultra AKBP Ferry Walintukan menjelaskan dalam penangkapan itu, tim menyita sebuah telepon genggam beserta SIM card dan satu kartu tanda penduduk (KTP) milik Ruslan Buton.
Dari hasil pemeriksaan awal pelaku mengaku rekaman suara yang meminta Presiden Jokowi mundur itu adalah benar suaranya sendiri.
“Rekaman dibuat tanggal 18 Mei 2020, direkam menggunakan barang bukti (telepon genggam) milik pelaku,” singkat Ferry.
Usai merekam suara pelaku kemudian menyebarkannya ke grup WhatsApp (WA) Serdadu Eks Trimatra hingga akhirnya viral. Kini kasus ditangani Mabes Polri, sementara Polda Sultra dan jajaran hanya mendampingi penangkapan.
Diketahui, Ruslan membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk video dan viral di media sosial pada 18 Mei 2020. Ruslan menilai tata kelola berbangsa dan bernegara di tengah pandemi corona sulit diterima oleh akal sehat.
Ruslan juga mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.
"Namun bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat," tutur Ruslan di video itu.
Ruslan sendiri adalah mantan perwira menengah di Yonif RK 732/Banau dengan pangkat terakhirnya Kapten Infanteri. Kala menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017.
Pengadilan Militer Ambon memutuskan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan pada 6 Juni 2018 lalu.
Setelah dipecat, Ruslan membentuk kelompok mantan Prajurit TNI dari 3 matra darat, laut, dan udara yang disebut Serdadu Eks Trimatra Nusantara. Dia mengaku sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara.