Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyatakan Indonesia berada dalam proses kemunduran demokrasi secara perlahan sejak 2016.
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto mengatakan, kemunduran demokrasi semakin terjadi pada level serius pascapemilu 2019.
Baca: Ribuan Demonstran Ditangkap Terkait Kematian George Floyd, Antifa Disebut-sebut di Balik Kerusuhan
"Kemunduran itu terus berlanjut dalam gradasi yang lebih serius setelah pemilu 2019 yang ditandai dengan konsolidasi oligarki, hilangnya oposisi dan pelemahan KPK," katanya dalam diskusi virtual bertajuk 'Kebebasan Akademik dan Demokrasi', Senin (1/6/2020).
Wijayanto menjelaskan, satu di antara beberapa indikator penting dari kemunduran demokrasi itu adalah semakin tergerusnya kebebasan sipil.
Hal itu tampak sangat jelas dalam upaya pelemahan KPK yang ditandai dengan disahkannya revisi UU KPK pada 17 September 2019.
Pada saat itu, para pihak yang tidak setuju pengesahan revisi UU KPK, terutama para akademisi mengalami teror telepon, penyadapan hingga peretasan WA (WhatsApp).
"Juga kekerasan ratusan mahasiswa yang turun demonstrasi dan penembakan dua mahasiswa hingga meninggal tanpa sanksi tegas," ujarnya.
Ia juga mencontohkan aksi teror terbaru yang dialami panitia hingga pembicara diskusi di UGM.
Menurutnya, teror di diskusi UGM memiliki kemiripan dengan teror terhadap aktivis antikorupsi 2019, melibatkan penyadapan dan peretasan gadget dan teror berupa telepon atau pengiriman teks melalui WhatsApp.
"Bedanya jika para mahasiswa UGM Ini mendapat ancaman pembunuhan, akademisi mendapat teror telepon tanpa suara dari nomor luar negeri," ucapnya.
Wijaganto menegaskan tergerusnya kebebasan akademik belakangan ini merupakan penanda kemunduran demokrasi terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Indonesia memasuki era reformasi politik pada 1998.
Baca: Melawan Petugas, Pelaku Penyerangan Polsek Daha Selatan Tewas Ditembak
Ia berpandangan teror terhadap dunia akademik akan terus berlanjut seiring dengan tergerusnya kebebasan sipil.
"Teror siber yang mengancam kebebasan akademik ini tampaknya masih akan terus berlanjut di masa yang akan datang seiring dengan semakin tergerusnya kebebasan sipil dan tren kemunduran demokrasi yang telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya," pungkasnya.