News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ibadah Haji 2020

Haji 2020 Batal, Bagaimana Nasib Jemaah yang Telah Lunasi Biaya? Menag: Setoran Bisa Diminta Kembali

Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan umat muslim melakukan thawaf mengelilingi Kabah usai shalat subuh di Masjidil Haram, Makkah, Kamis (11/7/2019). Hari ini para jemaah haji dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan untuk menyambut musim haji 1440H.

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah resmi membatalkan pemberangkatan ibadah haji pada tahun ini.

Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Menteri Agama (Menag), Fachrul Razi lewat siaran pers, Selasa (2/6/2020).

"Pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jemaah pada tahun 2020/1441 H," ujar Menag.

Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama RI nomor 494/2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaran Ibadah Haji 2020/1441 H.

Baca: BREAKING NEWS: Pemerintah Batalkan Pemberangkatan Jemaah Haji Tahun Ini

Baca: Pemerintah Beberkan Alasan Tidak Berangkatkan Jemaah Haji Tahun Ini

Menteri Agama Fachrul Razi berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Jumat (31/1/2020). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Pembatalan pemberangkatan jemaah haji terkait masih adanya wabah Covid-19.

Menurut Menag, keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah haji telah melalui kajian yang mendalam.

Sebab saat ini, pandemi Covid-19 masih melanda sejumlah negara termasuk Indonesia dan Arab Saudi.

Pembatalan keberangkatan calon jemaah haji berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Maksudnya, jemaah yang batal berangkat tidak hanya jemaah yang menggunakan kuota pemerintah, baik reguler maupun khusus, tapi juga jemaah yang memakai visa haji furada, undangan," kata Menag.

"Jadi tahun ini, tidak ada pemberangkatan haji dari Indonesia bagi seluruh warga Indonesia," lanjut Menag.

Lantas, bagaimana dengan nasib calon jemaah haji yang telah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Menag menjelaskan, jemaah yang telah melunasi BPIH pada tahun ini akan diikutkan pada pelaksanaan ibadah haji tahun 2021/1442 H.

"Jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi BPIH akan menjadi jemaah haji tahun 1442 H/2021 mendatang," kata Menag.

Sejumlah dana BPIH yang telah disetorkan jemaah haji akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Nilai manfaatnya akan diberikan BPKH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari setelah pemberangkatan kloter pertama pada penyelenggaran haji pada 2021 mendatang.

"Pemanfaatan akan diberikan kepada perorangan karena nilai pelunasan BPIH tidak sama," ujar Fachrul Razi.

"Yang paling rendah adalah sekitar Rp 6 jutaan yaitu untuk jemaah yang di Aceh dengan uang muka Rp 25 juta."

"Sedangkan yang paling tinggi sekitar Rp 16 juta untuk yang pemberangkatan dari Makassar."

"Jadi antara Rp 6 juta sampai Rp 16 juta, jadi nilai variasinya cukup banyak."

"Nilai manfaat itu diberikan kembali pada mereka berdasarkan jumlah pelunasan BPIH yang dibayarkan," kata Menag.

Diketahui, besaran BPIH setiap embarkasi berbeda-beda.

Misal jemaah haji yang berangkat haji dari embarkasi Aceh, BPIH-nya ditetapkan Rp 31.454.602

Sementara jemaah haji yang berangkat haji dari embarkasi Makassar, ongkos hajinya sebesar Rp 38.352.602.

Menag menambahkan, biaya setoran pelunasan haji tersebut dapat diminta kembali oleh jemaah haji bila dibutuhkan.

"Setoran pelunasan BPIH juga dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan jika dia butuh. Silakan, kami akan mendukung itu," kata purnawirawan TNI ini.

Dengan adanya pembatalan keberangkatan haji tahun ini, maka petugas haji di daerah juga dibatalkan.

BPIH yang telah dibayarkan juga akan dikembalikan.

Jadi Pertanyaan

Sebelumnya, nasib pelaksanaan ibadah haji menjadi pertanyaan usai pandemi virus corona (Covid-19) mewabah di seluruh dunia.

Nasib pelaksanaan ibadah haji itu makin tidak menentu ketika pada akhir Februari silam pihak Arab Saudi menyetop pelayanan ibadah haji.

Pemerintah Indonesia kemudian memutuskan menunggu kejelasan dari pemerintah Arab Saudi sebelum menentukan sikap terkait haji tahun ini.

Awalnya, Indonesia memberi tenggat waktu hingga akhir April 2020.

Namun hingga tangga 29 April, pihak Arab Saudi tak kunjung memberi kabar.

Kemenag lantas mengundur batas waktu menjadi 20 Mei.

Hal yang sama pun terjadi, tak ada kepastian dari pemerintah Arab Saudi.

Presiden Joko Widodo lantas berkomunikasi dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud.

Dari komunikasi tersebut Indonesia lantas mengundur kembali batas waktu hingga 1 Juni 2020.

"Pak Presiden juga habis komunikasi dengan Raja Salman, maka beliau menyarankan bagaimana kalau kita lihat sampai awal Juni."

"Kami setuju. Jadi mungkin sampai 1 Juni kita lihatlah tanggal pasti," kata Fachrul usai Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (19/5/2020).

Hingga kemarin pihak Kerajaan Arab Saudi belum memberikan ketetapan untuk pelaksanaan ibadah haji 2020.

Meski demikian, Konsul Haji RI di Jeddah, Endang Jumali, menyebut saat ini pihak Arab Saudi sudah melakukan pelonggaran karantina wilayah.

"Di Saudi sampai saat ini belum ada ketetapan dari Pemerintah. Walaupun sudah pelonggaran lockdown, namun untuk haji belum ada statement resmi," ujar Endang Jumali.

Ia juga menyebut, Indonesia proaktif melakukan komunikasi dengan Kerajaan Arab Saudi untuk pelaksanaan haji ini.

Demikian juga perwakilan Republik Indonesia di Saudi yang seringkali berkomunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah tak ketinggalan melakukan komunikasi dengan Pejabat di Kementerian Haji Arab Saudi.

Namun, Endang menegaskan keputusan haji tidak bisa diputuskan hanya dari satu institusi, harus komprehensif dan terpadu.

Selanjutnya, ia menyebut persiapan pelaksanaan haji 2020 tetap dilakukan Arab Saudi meski belum ada kepastian.

Salah satunya pemasangan tenda-tenda di Arafah oleh Muassasah Asia Tenggara.

Persiapan tetap dilaksanakan, sehingga ketika ada keputusan bisa langsung dijalankan.

"Kita tunggu saja kebijakan resmi dari Arab Saudi, kalau kebijakan di Indonesia lebih baik tanya ke Kemenag di Jakarta," lanjutnya.

(Tribunnews.com/ Sri Juliati/Fahdi Fahlevi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini