Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pemerintah menegaskan tidak ada kenaikan tarif listrik seperti dikeluhkan warga beberapa waktu terakhir.
Lonjakan tarif listrik yang tinggi disebabkan oleh konsumsi yang jauh lebih banyak karena aktivitas lebih sering di rumah efek dari penerapan pembatasan sosial berskala besar.
"Saat kita lebih sering beraktifitas di rumah di masa pandemi yang mendorong diberlakukannya kebijakan PSBB menjadikan kegiatan kita lebih intens di rumah dan mengakibatkan penggunaan listrik yang juga turut mengalami peningkatan," kata Juru Bicara Presiden bidang Sosial Angkie Yudistia, Senin, (8/6/2020).
Menurutnya, secara teknis, PLN telah menjelaskan faktor penyebab tingginya tarif listrik selama PSBB.
Namun ia mengatakan, ada sistem angsuran carry over selama tiga bulan untuk menjaga lonjakan tagihan akibat pemakaian yang lebih banyak dibanding sebelum PSBB.
"Untuk memantau penggunaan listrik di rumah serta pengaduan dan keluhan, PLN menyediakan beberapa cara penyampaian oleh warga yang bisa dilakukan, diantaranya dengan mengunduh aplikasi PLN Mobile, memantau melalui tautan pln.co.id, dan pusat kontak PLN 123. Selain itu, PLN juga menyediakan layanan baca meter melalui whatsapp resmi ke nomor 081-22-123-123," katanya.
Baca: Lho! Tagihan Listrik Konsumen Kok Pada Bengkak, PLN Ngasih Penjelasan Seperti Ini
Sebelumnya Perusahaan Listrik Negara (PLN), menyebut kenaikan pembayaran listrik yang dialami pelanggan terjadi karena banyaknya aktivitas penggunaan listrik yang tinggi.
Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN, Yuddy Setyo Wicaksono mengatakan kenaikan tersebut karena pelanggan tidak menyadari konsumsi listrik yang digunakan mengalami kenaikan.
"Hal ini dikarenakan saat ini masyarakat banyak yang menjalankan aktivitas bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan aktivitas lainnya di rumah," ucap Yuddy dalam acara dialog virtual bersama Bisnis.com, Senin (8/6/2020).
Yuddy menyebutkan, saat ini konsumsi listrik pelanggan bisa dikatakan sangat tinggi karena selama 24 jam anggota keluarga berada di rumah, terlebih lagi ada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat masyarakat tidak bisa keluar rumah.
"Biasanya konsumsi listrik masyarakat tinggi pada saat sore dan malam hari, karena pada pagi dan siang hari banyak beraktivitas di luar rumah seperti bekerja, sekolah dan sebagainya," kata Yuddy.
"Secara tidak sadar, hal ini menyebabkan pembayaran listrik pelanggan mengalami kenaikan. Karena terbiasanya dengan pembayaran listrik, disaat keadaan normal," lanjut Yuddy.
Baca: Lho! Tagihan Listrik Konsumen Kok Pada Bengkak, PLN Ngasih Penjelasan Seperti Ini
Selain itu menurut Yuddy, konsumsi tinggi dalam pemaikan listrik juga terjadi pada saat bulan puasa atau bulan Ramadhan. Karena masyarakat bangun lebih awal, dan penggunaan listrik juga terjadi lebih awal untuk persiapan berpuasa.
PLN sendiri, lanjut Yuddy, melakukan pencatatan meter listrik pelanggan dengan menggunakan metode rata-rata tiga bulan terakhir pada masa wabah Covid-19 sejak maret.
"Hal ini dilakukan tentunya sebagai upaya kami untuk mencegah penyebaran Covid-19, dan memastikan bahwa pelanggan dan petugas kami tidak tertular bahkan menularkan virus tersebut. Maka dari itu kita menggunakan metode pencatatan rata-rata tiga bulan terakhir," kata Yuddy.
Yuddy menjelaskan, dengan metode pencatatan rata-rata tiga bulan terakhir ini masyarakat tidak menyadari kenaikan konsumsi listrik tinggi. Sebab pada bulan Maret untuk rekening tagihan April tidak ada penambahan kWh yang digunakan oleh pelanggan, maka tidak terlihat ada kenaikan konsumsi listrik.
"Begitu pula pada bulan April untuk rekening Mei belum ada penambahan pemakaian, kemudian pada rekening tagihan Juni barulah terjadi kenaikan dan ditambah ada kWh yang belum tercatat yang menumpuk di Juni, jadi menyebabkan adanya lonjakan konsumsi listrik," kata Yuddy.