TRIBUNNEWS.COM - Dirreskrimum Polda Kepulauan Riau, Kombes Arie Dharman mengungkapkan kronologi dua anak buah kapal (ABK) yang merupakan warga Indonesia (WNI) kabur dari kapal ikan berbendera China dengan terjun ke laut.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (10/6/2020).
Dua ABK bernama Reynalfi dan Andri Juniansyah merupakan ABK dari kapal ikan bernama Fu Lu Qing Yuan Yu.
Baca: Politikus PAN Desak Pemerintah Lindungi ABK WNI yang Bekerja di Kapal Asing
Dalam kapal itu juga ada ABK yang berasal dari warga negara lainnya.
Kombes Arie mengatakan, sekira ada 12 ABK yang bekerja di kapal ikan tersebut.
Selama mereka melaksanakan pekerjaan mereka, setiap harinya akan dijaga oleh seseorang yang disebut dengan algojo.
Dua ABK bersama yang lain bekerja dengan diterapkan sistem shift atau secara bergantian.
Mereka juga diharuskan memenuhi target tertentu dalam satu kali bekerja.
"Jadi di kapal tersebut, kapalnya bernama Fu Lu Qing Yuan Yu itu berbendera China itu juga ada beberapa warga negara selain WNI," terang Kombes Arie.
"Kalau dari keterangan korban, kurang lebih ada 12 sudah terhitung dengan 2 orang yang sekarang posisinya sudah di Batam ya."
"Jadi mereka itu dijaga oleh algojo setiap bekerja, shift-nya itu diatur untuk mendapatkan dengan berat beban sekian," tambahnya.
Apabila satu shift sudah memenuhi target, maka akan berganti dengan ABK yang lain.
Kombes Arie menjelaskan, dalam pelaksanaan pekerjaan akan dibagi ke dalam beberapa kelompok.
Baca: KJRI Cape Town Fasilitasi 13 ABK WNI Pulang Ke Tanah Air
Baca: Soal 2 ABK WNI Yang Lompat di Perairan Karimun, Kemlu RI Tunggu Penyelidikan Polisi
Para ABK akan berkelompok sesuai dengan hasil tangkapan mereka seperti hiu atau ikan lainnya.
Namun ketika mereka mendapatkan ikan yang tidak sesuai akan mendapatkan pukulan dari algojo.
Sehingga saat melakukan pekerjaan, seluruh ABK mendapatkan tekanan dan penyiksaan.
Di mana tindakan tersebut berpengaruh pada kondisi psikologis para ABK, terutama Reynalfi dan Andri.
"Kalau sudah terpenuhi, kemudian gantian dengan ABK berikutnya," jelas Kombes Arie.
"Kalau dapat hiu jadi satu kelompok, dapat ikan yang kecil-kecil dibuang atau dibuat makanan, kalau salah ambil ikan mereka mengalami pemukulan."
"Mereka mengalami tekanan dan penyiksaan secara fisik maupun psikis," imbuhnya.
Selama bekerja, dua ABK WNI tidak mendapatkan gaji sepeserpun.
Karena menurut Kombes Arie, skenario yang diceritakan sudah sesuai dengan sindikat perdagangan orang.
Awalnya, Reynalfi dan Andri hanya berniat untuk mencari pekerjaan di luar negeri.
Suatu hari, keduanya ditawarkan pekerjaan oleh sebuah badan pelatihan.
Baca: Dua ABK WNI Nekat Loncat dari Kapal China, Mengaku Tak Betah hingga Belum Terima Gaji
Pekerjaan ini nantinya akan menghasilkan gaji sekira Rp 50 juta setiap bulannya.
Disebutkan dua ABK WNI ini akan dipekerjakan di area Asia Pasifik, seperti Korea atau Hong Kong.
"Memang tidak digaji, skenarionya memang sudah sindikat ini perdagangan orang," ungkap Kombes Arie.
"Mereka ditawarkan oleh sebuah lembaga pekerjaan dengan iming-iming gaji kurang lebih Rp 50 juta ditawarkan di Asia Pasifik," lanjutnya.
Sebelum berangkat kerja, Andri dan Reynalfi diminta untuk membayarkan uang sejumlah Rp 50 juta.
Uang tersebut guna pembuatan dokumen seperti paspor dan buku pelaut yang memang harus dimiliki oleh ABK.
Dari Rp 50 juta, oleh badan pelatihan Andri dan Reynalfi disisakan sebesar Rp 5 juta.
Mereka akan dinaikkan pesawat menuju Singapura dan dari sana mereka baru akan bekerja.
Awalnya Andri dan Reynalfi sudah ragu soal keberangkatan ini.
Baca: Kemenlu Akui Banyak ABK WNI Bekerja di Luar Negeri Tidak Terdata
"Mereka diminta Rp 50 juta itu meliputi, pembuatan dokumen seperti paspor, buku pelaut yang bisa dimiliki ABK," tutur Kombes Arie.
"Setelah dibuat dokumen itu, disisihkan Rp 5 juta oleh pelaku dan diterima korban," ucapnya.
Setelah sampai di Singapura, dua ABK WNI ini sudah ditunggu oleh seseorang dan diarahkan menuju mobil.
Tak tahu dibawa ke mana, Andri dan Reynalfi tiba di pelabuhan dan langsung diperintahkan naik ke sebuah kapal.
Hingga akhirnya mereka berlayar, kemudian bekerja selama tujuh hari, dan sampai memutuskan untuk melarikan diri.
Andri dan Reynalfi diketahui terjun dari kapal ikan berbendera China itu ketika melintas di Selat Malaka.
Dengan menggunakan life jacket atau pelampung mereka terombang ambing selama tujuh jam.
Sebelumnya, mereka sempat berenang dengan kemampuan seadanya sampai ditemukan oleh nelayan.
Berada di tengah laut, Andri dan Reynalfi sudah pasrah dengan kehidupan mereka.
Karena beberapa kali mereka merasakan keberadaan hiu dan sempat bersentuhan.
Baca: Kemlu: Kasus ABK WNI di Kapal Lu Qing Yuan Yu 623 Dalam Proses Penyelidikan Tiongkok
Baca: Cerita Sedih ABK WNI: Makan Ikan Sebulan Hanya 2 Kali hingga Minum dari Sulingan Air Laut
"Dia sudah pasrah dia menemukan ada berapa kali dilintasi hiu, disundul-sundul hiu," jelas Kombes Arie.
Sampai ketika nelayan yang sedang memancing di laut merasa jaringnya seperti ada ikan.
Setelah ditarik oleh nelayan ternyata ditemukan dua orang yang sudah terlihat lemas.
Dengan sisa tenaga yang ada, dua ABK WNI sempat mengucapkan seperti meminta tolong.
Nelayan tersebut kemudian mengangkat Andri dan Reynalfi ke perahui dan dibawa ke daratan.
"Tangan kiri dia nyangkut di jaring nelayan, nelayan kira itu ikan," ungkap Kombes Arie.
"Dengan sisa tenaga mengucap tolong langsung diangkat ke perahu diamankan," tandasnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)