Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriani, mengatakan tuntutan terhadap penyerang Novel Baswedan, menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum.
"Hukum semakin kehilangan taring jika praktik-praktik penegakan hukum seperti kasus ini terus terjadi," kata Yati Andriani, Jumat (12/6/2020).
Menurut dia, tuntutan itu menunjukkan praktik hukum yang tebang pilih dan diskriminatif.
Hal ini, karena hukum akan dianggap tidak mampu melindungi dan memberikan keadilan bagi masyarakat atau orang yang membela kepentingan publik, seperti Novel Baswedan dari serangan kejahatan.
Sehingga mengakibatkan hukum itu akan menjadi tergadai.
"Hukum menjadi tergadai karena penegakan hukum melalui peradilan seperti kasus ini menjadi pola bagi penegak hukum," kata dia.
Ia menilai, seolah ada upaya menutup pengungkapan kejahatan secara menyeluruh dengan tidak dibongkarnya aktor intelektual dari penyiraman tersebut.
"Untuk melindungi pelaku kejahatan dengan tuntutan rendah," ujarnya.
Pengabdian di Polri Jadi Pertimbangan Jaksa Tuntut Ronny Bugis dan Rahmat Kadir 1 Tahun Penjara
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete, dua terdakwa kasus penganiayaan penyidik KPK, Novel Baswedan dituntut pidana penjara selama 1 tahun.
Keduanya dinilai melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider Jaksa Penuntut Umum.
Dalam pertimbangannya Jaksa Penuntut Umum mengungkap hal yang meringankan tuntutan bagi kedua anggota Polri tersebut.
Satu hal yang meringankan tuntutan adalah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir pernah sama-sama bertugas selama 10 tahun di institusi Polri.
Baca: BREAKING NEWS: Terdakwa Penganiaya Novel Baswedan, Ronny Bugis Dituntut 1 Tahun Penjara