TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama pemerintah dan Gugus Tugas Covid-19 membahas penambahan anggaran Pilkada 2020.
Dalam rapat itu, Ketua KPU RI Arief Budiman mengungkapkan, ada sejumlah item tambahan yang dibutuhkan untuk bisa menggelar pilkada dengan protokol kesehatan Covid-19.
"Ini kita masukkan setelah kita menerima masukan dari Kemenkes dan Gugus Tugas. Kebutuhan APD itu item-nya ada semua di apapun, termasuk barang tersebut digunakan di tingkat apa," jelas Arief dalam rapat virtual tersebut, Kamis (11/6/2020).
Baca: Politikus PDIP Pertanyakan Stimulus Bidang Politik Terkait Pilkada Serentak 2020
Item tambahan itu menjadi sebab KPU mengajukan penambahan anggaran Pilkada ke Kemenkeu yang totalnya mencapai Rp 4,7 triliun dan bisa efisienkan lagi hingga Rp 4 triliun.
Alat dan barang yang dimaksud tersebut terdiri dari: Masker kain sebanyak 13 juta buah, masker sekali pakai untuk petugas KPPS sebanyak 304 ribu boks isi 50 lembar, masker sekali pakai cadangan untuk pemilih di TPS sebanyak 609 ribu boks isi 50 lembar, hand sanitizer sebanyak 6.5 juta botol, desinfektan sebanyak 2 juta botol.
Baca: Legislator Demokrat Usul Penundaan Pilkada Jika Pemerintah Tak Mampu Tambah Anggaran
Selain itu KPU juga butuh sarung tangan plastik sebanyak 5,4 juta boks, sabun cair sebanyak 2,4 juta botol, termometer infrared sebanyak 712 ribu buah, pelindung wajah sebanyak 4 juta buah, tisu sebanyak 1,8 juta boks isi 250 lembar, kantong sampah sebanyak 1,2 pak, drum/tong dan keran sebanyak 317 ribu buah, hazmat sebanyak 327 ribu buah, dan plastik pembatas petugas sebanyak 1,7 juta buah.
Terkait anggaran tambahan yang diminta KPU itu, Kementerian Keuangan masih mengevaluasi besaran anggaran untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Namun dari anggaran yang diajukan dalam rapat bersama KPU dan Komisi II sebesar Rp 4,77 triliun, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menyetujui pemberian anggaran tahap I untuk Pilkada Serentak 2020 sebesar Rp 1 triliun.
Anggaran selanjutnya akan diberikan secara bertahap. "Kami dalam posisi pertama mendapatkan hitungan atau permintaan dari KPU sebesar Rp 4,77 triliun. Ini surat tertanggal 9 Juni, jadi baru semalam kami terima dan langsung kita lakukan rapat di intern Kemenkeu maupun dengan Kemendagri. Dari Rp 4,77 triliun itu dibagi 3 tahapan, yaitu Rp 1,02 triliun, Rp 3,29 triliun, dan Rp 0,46 triliun," ujar Sri Mulyani, Kamis (11/6).
Baca: Doni Monardo Minta Ada Rapat Lanjutan Susun Protokol Kesehatan Covid-19 Untuk Pilkada Serentak
Sri Mulyani menekankan, pemberian anggaran tersebut nantinya akan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan Pilkada Serentak 2020 dan akan terus dikawal penggunaannya.
"Kami putuskan beri tahapan 1 yang sebesar Rp 1 triliun dengan harapan tahapan awal tetap berlangsung, kami akan berikan sambil terus lakukan pemeriksaan dokumen yang masuk ke kami," tuturnya.
Sri Mulyani mengungkapkan, dari sisi pendanaan seperti yang disampaikan Kementerian Dalam Negeri, seluruh kegiatan pemilihan dibebankan ke APBD dan bisa ditambah dengan APBN.
"Kita sedang evaluasi berdasarkan kondisi COVID-19, dari 270 daerah yang melakukan Pilkada memang melakukan realokasi dan refocusing APBD-nya tapi tidak berlaku untuk dana Pilkada. Mendagri juga menyisir komitmen daerah yang sejak awal harusnya mereka cadangkan anggaran Pilkada. Tapi kami sadari bahwa COVID-19 ini berdampak pada pendapatan daerah juga," kata dia.
Meski demikian, Sri Mulyani mendukung penuh proses Pilkada Serentak 2020 dengan terus mengawal termasuk dalam penggunaan anggaran.
"Kami dalam rangka mendukung proses Pilkada yang sudah diputuskan, kami akan diberikan kepastian supaya proses Pilkada sudah bisa dilakukan. Kami tetap bekerja dan melihat basis perhitungan yang diajukan," ujarnya.
Tahapan Pilkada
Pilkada serentak 2020 rencananya akan digelar di 270 daerah pada Desember mendatang. Tahapan-tahapan Pilkada 2020 akan dimulai pada 15 Juni.
Terkait pelaksanaan Pilkada di masa pandemi, Komisioner KPU Viryan Aziz menjelaskan sejumlah metode yang akan dilakukan di masa new normal.
Viryan mengatakan, Pilkada serentak kali ini akan digelar di tengah pandemi virus corona yang belum berakhir.
Dengan demikian, metode pemilu juga akan mengalami perubahan karena menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
”Salah satu kegiatan yang di awal akan dilaksanakan kalau tahapan tanggal 15 (Juni) jadi, tanggal 18 (Juni) verifikasi
faktual. Yang door to door ada verifikasi faktual, lalu coklit, kampanye langsung, dan membagikan C6. Sebelumnya pendekatan ini harus pertemuan langsung, kalau sekarang sedapat mungkin kalau ke rumah warga enggak salaman, kenalkan diri, langsung bertugas," jelas Viryan dalam webinar, Kamis (11/6).
Selain itu, waktu penghitungan suara akan dipersingkat dan jarak TPS juga diusahakan agar tidak terlalu jauh dari rumah warga.
Tak hanya itu, metode pencoblosan dan mencelupkan tinta ke jari juga akan diubah untuk mencegah penularan virus corona di TPS.
"(Jika) sebelumnya coblos dengan paku, sekarang ada 2 opsi. Alat coblos sekali pakai atau gunakan sarung tangan. Kami bahas sampai tadi pagi yang kita pilih ala coblos pakai paku dan akan dibersihkan dan setiap pemilih pakai sarung tangan plastik," jelasnya.
"Lalu celup tinta, kalau jari masuk botol enggak ada zat yang bisa membersihkan maka berpotensi di botol terpapar COVID. Katakanlah nomor urut 20 dia OTG, jarinya masuk maka di situ ada COVID, yang urutan 21 dan seterusnya bisa kena. Alternatifnya ada tiga, yaitu semprot, tetes, oles," lanjutnya.
Sementara untuk kampanye selama Pilkada Serentak, KPU mendorong tiap pemilih memanfaat sosial media.
Apalagi, kata Viryan, sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki akses internet yang cukup memadai.
"Formula sederhananya adalah kegiatan offline di online-kan. Karena sekarang era seperti ini, setiap kegiatan offline harus bisa menghadirkan work effect. Kegiatan offline enggak perlu banyak tapi yang disasar yang dipandang penting. Setiap kegiatan offline 80 persen dilakukan untuk di online-kan, wajib live streaming," jelasnya lagi.
Viryan juga mengajak KPU daerah untuk lebih memanfaatkan sosial media sebagai wadah untuk sosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat.
"Akun media sosial jangan hanya posting berita tapi bagaimana menyapa masyarakat, kemudian produktif membuat meme. Waktu banjir hoaks pemilu, KPU buat meme dan relatif menjawab pertanyaan dan medsos update tiap hari minimal sehari 3 kali," ujarnya.(tribun
network/mam/dit/dod)