TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai tuntutan satu tahun penjara terhadap dua pelaku penyiraman air keras terhadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mencederai rasa keadilan.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, yang merupakan mantan anggota Brimob Polri untuk dihukum satu tahun pidana penjara. Tuntutan itu dibacakan jaksa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) kemarin.
"Tuntutan JPU di Kejati DKI terhadap penyerang Novel Baswedan jelas mencederai rasa keadilan di negara ini. Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup," kata Usman dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).
Baca: Haris Azhar Menduga Sidang Perkara Novel Baswedan Hanya Rekayasa
Usman menegaskan, insiden yang menimpa Novel Baswedan bukan hanya soal teror tetapi juga menjadi masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia.
"Khususnya, dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakan HAM. Pelaku kunci harus diungkap," ujarnya.
Kasus-kasus high-profile yang menyasar pembela HAM seperti penyerangan Novel ini, kata Usman, mengingatkan kembali akan kasus Munir.
"Motif yang terungkap di pengadilan juga sama yakni dendam pribadi. Ada kesan kasus dipersempit dengan hanya menjaring pelaku di lapangan, bukan otaknya," kata dia.
Usman lantas membandingkan tuntutan terdakwa peneror Novel Baswedan dengan tuntutan hukuman yang dialami tahanan para aktivis Papua.
Menurut dia, sesuatu yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional, mereka malah terancam hukuman hingga belasan tahun.
Padahal, lanjut Usman, mereka tidak bersenjata, melakukan perbuatan secara damai, tapi justru dibungkam.
Sementara pelaku penyerangan Novel justru sebaliknya, bersenjata dan jelas melakukan kekerasan, namun ancaman hukumannya sangat ringan.
"Hukum menjadi dipertanyakan dan keseriusan Indonesia untuk meneggakan HAM juga turut dipertanyakan," ujar Usman.