News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Novel Baswedan

Tuntutan Ringan Penganiaya Penyidik KPK Novel Baswedan Cederai Rasa Keadilan

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid saat konferensi pers virtual terkait #PapuaLivesMatter, Jumat (5/6/2020).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai tuntutan satu tahun penjara terhadap dua pelaku penyiraman air keras terhadap Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mencederai rasa keadilan. 

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, yang merupakan mantan anggota Brimob Polri untuk dihukum satu tahun pidana penjara. Tuntutan itu dibacakan jaksa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) kemarin. 

"Tuntutan JPU di Kejati DKI terhadap penyerang Novel Baswedan jelas mencederai rasa keadilan di negara ini. Pelaku, yang bisa saja membunuh Novel, tetap dikenakan pasal penganiayaan, sementara Novel harus menanggung akibat perbuatan pelaku seumur hidup," kata Usman dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020). 

Baca: Haris Azhar Menduga Sidang Perkara Novel Baswedan Hanya Rekayasa

Usman menegaskan, insiden yang menimpa Novel Baswedan bukan hanya soal teror tetapi juga menjadi masalah serius yang mengancam kelanjutan pelaksanaan agenda reformasi di Indonesia. 

"Khususnya, dalam bidang pemberantasan korupsi dan penegakan HAM. Pelaku kunci harus diungkap," ujarnya. 

Kasus-kasus high-profile yang menyasar pembela HAM seperti penyerangan Novel ini, kata Usman, mengingatkan kembali akan kasus Munir. 

Terdakwa penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Ronny Bugis menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa secara bersama-sama dan direncanakan melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Motif yang terungkap di pengadilan juga sama yakni dendam pribadi. Ada kesan kasus dipersempit dengan hanya menjaring pelaku di lapangan, bukan otaknya," kata dia. 

Usman lantas membandingkan tuntutan terdakwa peneror Novel Baswedan dengan tuntutan hukuman yang dialami tahanan para aktivis Papua.

Menurut dia, sesuatu yang dilindungi oleh hukum nasional dan internasional, mereka malah terancam hukuman hingga belasan tahun. 

Padahal, lanjut Usman, mereka tidak bersenjata, melakukan perbuatan secara damai, tapi justru dibungkam.

Sementara pelaku penyerangan Novel justru sebaliknya, bersenjata dan jelas melakukan kekerasan, namun ancaman hukumannya sangat ringan. 

"Hukum menjadi dipertanyakan dan keseriusan Indonesia untuk meneggakan HAM juga turut dipertanyakan," ujar Usman.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini