Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold, membatasi hak dan kedaulatan rakyat.
"Ambang batas parlemen 7 persen, membatasi hak dan kedaulatan rakyat untuk berkumpul menjalankan idealisme," ujar Firman dalam diskusi virtual, Jakarta, Minggu (14/6/2020).
Menurutnya, ambang batas yang tinggi juga membuat suara rakyat menjadi terbuang dan tokoh berpotensi bisa tidak lolos, karena berada di partai kecil yang tidak lolos persyaratan tersebut.
"Jadi alternatif ide menjadi tersungkur (karena partainya tidak lolos)," ucap Firman.
Ia menilai, pembatasan yang tinggi tidak memiliki alasan yang jelas dan terlihat adanya kekuasaan yang ingin serba cepat, tanpa diganggu partai kecil.
"Partai kecil ini dinilai punya potensi mengganggu," papar Firman.
Ambang batas parlemen masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu yang akan dibahas Komisi II DPR. Di mana, sebagian fraksi di DPR menginginkan kenaikan mencapai 7 persen dari saat ini 4 persen.
Namun, ada juga fraksi yang menginginkan tetap dipertahankan di angka 4 persen dan ada yang mengusulkan kenaikan dilakukan bertahan 1 persen dari saat ini.