TRIBUNNEWS.COM - Pengacara ternama Hotman Paris Hutapea mengaku mendapat ribuan pertanyaan terkait kasus Novel Baswedan.
Hal itu diungkapkan Hotman Paris ketika berbincang bersama Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam siaran langsung di YouTube Ustadz Abdul Somad Official, Sabtu (13/6/2020) malam.
Pengakuan tersebut terlontar saat Hotman menanggapi pertanyaan UAS yang menyinggung kasus Novel Baswedan dalam perbincangan tersebut.
Awalnya Hotman Paris berbagi cerita mengenai pengalamannya ketika menjadi pengacara dan cukup sering membantu orang dalam menyelesaikan masalah hukum.
Hotman Paris kerap melayani konsultasi hukum dari orang lain di sebuah tempat bernama Kopi Joni.
Di tempat tersebut, ia kerap bertemu dengan masyarakat yang sedang mengalami masalah hukum dan meminta bantuan darinya.
Baca: Hotman Paris Tanya ke UAS soal Buaya Darat tapi Tanggung Jawab ke Istri dan Anak, Ini Jawabannya
Baca: Curhat dengan UAS, Refly Harun Beri Pesan pada Presiden Selanjutnya: Entah Itu Anies atau Ganjar
Namun, karena pandemi Covid-19, hal itu tak lagi bisa dilakukan lagi.
"Kadang-kadang rakyat hanya curhat aja saya layani. Cuma karena lagi Covid ini udah 3 bulan nggak bisa ketemu lagi, gara-gara corona," kata Hotman.
Mendengar hal tersebut, UAS sontak menyinggung soal kasus Novel Baswedan.
UAS menilai, hal sama akan dilakukan oleh Novel Baswedan yakni menemui Hotman Paris di Kopi Joni untuk meminta konsultasi.
"Seandainya nggak lockdown nih Bang Hotman, saya yakin Pak Novel Baswedan mungkin datang juga ke Kopi Joni," kata UAS.
Menurut UAS, Novel Baswedan akan berkonsultasi soal kasus penyiraman yang dialaminya.
UAS pun bingung dengan kasus tersebut.
Ia merasa janggal kepada pelaku yang mengaku tak sengaja melakukan penyiraman air keras.
"Yang sulit saya percaya soal nggak sengaja itu, bangun pagi itu kan payah Bang Hotman. Masa iya bangun pagi, beli air keras lagi kan," ungkap UAS.
Baca: Hotman Paris Ketahuan Follow & Like Postingan Akun Gosip yang Dilaporkan Syahrini, Ungkap Alasan Ini
Baca: Hotman Paris Ungkap Rasa Senangnya Lebih Dipilih oleh Tante Ernie daripada Ariel Noah
Hotman pun mengaku belum bisa berkomentar banyak dalam masalah tersebut.
Hal itu karena sebelumnya sidang masih berlangsung dan ia juga tak begitu mendalami kasus tersebut.
Namun demikian, ia mengaku mendapat banyak pertanyaan dari banyak orang terkait kasus tersebut.
"Saya kebetulan tidak terlalu mendalami kasusnya, tapi memang di IG saya ribuan orang mempertanyakan itu, dan diminta memberikan komentar."
"Cuma karena masih proses persidangan, saya belum bisa memberikan komentar," ungkap Hotman.
Seperti diketahui, dalam kasus penyiraman air keras yang dialami Novel Baswedan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 1 tahun penjara kepada Rahmad Kadir Mahulette dan Ronny Bugis yang merupakan pelaku penyiraman.
Menurut JPU, kedua terdakwa terbukti melakukan penganiayaan berat dan terencana sehingga menimbulkan luka berat terhadap Novel Baswedan.
Beberapa hal meringankan kedua terdakwa seperti pengakuan terdakwa di persidangan atas perbuatannya, kooperatif di persidangan, belum pernah dihukum, terdakwa juga sudah menjadi anggota Polri selama 10 tahun.
Kedua terdakwa kemudian dituntut dengan 353 ayar 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa juga menyebut, terdakwa tak berniat melukai wajah Novel Baswedan, tetapi tubuhnya.
Rata-rata Vonis 10 Tahun
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Estu Dyah Arifianti mengatakan, kasus penyiraman air keras kepada seseorang seperti yang dialami Novel itu marak terjadi di Inggris, negara-negara di Kawasan Asia Selatan, dan pernah terjadi di Indonesia.
Melihat masa hukuman kepada para pelaku penyiraman air keras, mereka rata-rata divonis hukuman 10 tahun penjara.
"Ini banyak terjadi di negara-negara Asia Selatan, yaitu Pakistan, India, Bangladesh. Walaupun secara jumlah kasus di Inggris (lebih banyak,-red)," kata dia, di sesi diskusi Objektivitas Tuntutan Jaksa Dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Sabtu (13/6/2020).
Dia menjelaskan, motif tindakan penyiraman air keras di Inggris dan negara-negara kawasan Asia Selatan berbeda.
Untuk di Inggris, tindakan penyiraman air keras itu dilakukan pada saat perkelahian antar gangster dan kasus-kasus, di mana pelaku memanfaatkan air keras untuk melukai korban dengan alasan secara mudah dapat menghilangkan barang bukti.
Sedangkan, untuk motif di negara-negara kawasan Asia Selatan, perbuatan didasari dendam dan ada hubungan personal antara pelaku dengan korban.
Baca: Depok Siap Laksanakan Pilkada Desember 2020 dengan Protokol Kesehatan
Baca: Ayah Tega Setubuhi Anak Kandungnya, Terbongkar saat Istrinya Dengar Suara Ancaman dari Kamar
"Tujuan jelas untuk melukai berat. Di Negara Asia Selatan ada motif mempermalukan korban. Di Negara Asia Selatan ini cara saya mempermalukan kamu (korban,-red)," kata dia.
Dampak akibat penyiraman air keras, kata dia, mengakibatkan kondisi fisik, psikologis, dan ekonomi terganggu.
"Dari segi substansi itu air keras ada beberapa jenis. Yang jelas merusak lapisan kulit. Akibat melukai kulit sampai tampilan fisik berubah," kata dia.
Mengingat akibat yang ditimbulkan dari perbiatan penyiraman air keras kepada korban, maka pelaku yang melakukan tindak pidana rata-rata diberi hukuman pidana penjara di atas sepuluh tahun.
"Di India, perbuatan diatur di ketentuan pidana khusus dengan ancaman hukuman tak kurang dari sepuluh tahun dan dapat diperpanjang hingga seumur hidup."
"Di Bangladesh ada dua undang-undang khusus yang mengancam pelaku hukuman penjara tujuh sampai 14 tahun," kata dia.
"Di Pakistan perbuatan diatur di undang-undang khusus yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara seumur hidup atau 14 tahun penjara dan denda 1 Juta Rupee atau Rp 86 juta," kata dia.
Baca: BMKG: Peringatan Gelombang Tinggi Capai 4 M di Perairan Selatan Jawa hingga NTB, Minggu 14 Juni 2020
Baca: Wakil Ketua MPR: Segera Pastikan Sistem Belajar pada Tahun Ajaran Baru
Sedangkan, untuk di Indonesia terdakwa penyiraman air keras juga diberi hukuman maksimal.
Heriyanto, pelaku penyiraman air keras ke tubuh istrinya, Yeta Maryati, divonis pidana penjara selama 20 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, pada 2020.
Rika Sonata, menyewa preman untuk menyiram air keras kepada suaminya, Ronaldo, pada Oktober 2018.
Dia divonis pidana penjara 12 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu.
Sedangkan, seorang preman yang disewa Rika mendapatkan vonis 8 tahun penjara.
Ruslam, pelaku penyiraman istrinya Eka Puji Rahayu dan mertuanya, Khoyimah, divonis pidana penjara sepuluh tahun oleh Pengadilan Negeri Pekalongan, pada 2019.
"Ada yang sampai 12 tahun. Ada yang (putusan,-red) melebihi tuntutan itu di Bengkulu," tambahnya.
(Tribunnews.com/Tio/glery/tribunnetwork/cep)