" Penyelenggaraan pemilihan aman Covid-19 telah berhasil diselenggarakan diberbagai negara sebagai bukti kemampuan pelaksanaan pemilu di tengah pandemi Covid-19 menjadi barometer ukuran bagi tingkat indeks demokrasi suatu negara yang diakui dihadapan internasional," ujarnya.
Sehingga, kata dia, keputusan persetujuan bersama Pemerintah, DPR, dan KPU untuk menyelenggarakan pilkada 9 Desember 2020 secara menyeluruh adalah langkah yang konstitusional dan proporsional dengan mempertimbangan keamanan protokol kesehatan Covid-19.
"Dengan demikian kondisi ketidakpastian berakhirnya wabah pandemi Covid-19 dan dalam waktu yang sangat singkat kedepan untuk menghadapi berakhirnya masa jabatan kepala daerah di 270 daerah tidak memungkinkan suatu negara berdaulat yang demokratis untuk membiarkan tidak menyelenggarakan proses pemilihan lanjutan demi keberlangsungan pemerintahan daerah yang efektif, efisien dan power full dalam mengambil keputusan yang strategis," ujarnya.
Tabrak Asas Pilkada
Sebelumnya diberitakan Kompas.com, Pakar Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2020 yang dijadwalkan pada 9 Desember 2020 menabrak tiga asas pelaksanaan pilkada.
Pertama, ia mengatakan, semestinya pilkada tidak boleh dilaksanakan jika sedang ada bencana.
Menurut Djohermansyah, asas tersebut tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Pertama, tidak ada pilkada bila ada bencana. Itu dalil dan dimunculkan normanya dalam undang-undang kita. Jadi begitu ada bencana, apalagi ini bencana nonalam nasional," kata Djohermansyah dalam diskusi "Pilkada Langsung Tetap Berlangsung?" oleh Populi Center dan Smart FM Network, Sabtu (13/6/2020).
Wabah Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional lewat Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 pada 13 April.
Menurut Djohermansyah, keputusan pemerintah dan DPR melaksanakan pilkada pada Desember mendatang tidak berlandaskan pada kajian saintifik mengenai pandemi Covid-19.
"Kurva melandai itu sampai sekarang tidak terjadi. Kawan-kawan ahli epidemiologi tidak diajak dalam pengambilan keputusan ini," ucapnya.
Kedua, dia menyatakan bahwa pilkada sejatinya menjadi pesta demokrasi yang aman dan tenang.
Djohermansyah pun mempertanyakan kesiapan penyediaan protokol kesehatan Covid-19 yang memadai dalam seluruh tahapan Pilkada 2020.
"Tidak digelar pesta pilkada yang seharusnya menyenangkan, tenang dan aman. Ketika orang tidak nyaman dan tidak tenang. Jika orang masih memikirkan keselamatan dirinya. Ini 300 ribu TPS lebih, apa ada alat-alat logistik di BNPB?" ujar dia.