Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin, Firman Candra mengatakan vonis hukuman mati atas kliennya dinilai terlalu sadis.
Di tengah seluruh dunia yang menghapus hukuman mati, vonis terhadap kliennya dinilai bertentangan dengan HAM.
"Kami terus terang sebagai kuasa hukum melihat ini terlalu sadis. Pertama semua negara sudah menghapus yang namanya hukuman mati dan kasus apapun baik pembunuhan, baik tindak pidana korupsi ataupun kasus lain," kata Firman saat ditemui usai sidang putusan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (15/6/2020).
Baca: Sidang Pembunuhan Pupung Oleh Istrinya Alia Kesuma, Jaksa Siapkan Saksi Mahkota
Ia menuturkan vonis hukuman mati bertentangan dengan deklarasi universal terkait hak asasi manusia (HAM). Vonis tersebut dinilai akan bertentangan dengan deklarasi tersebut.
"Karena semua negara menghapus hukuman mati. Kenapa Indonesia masih bersikeras ada hukuman mati? di deklarasi universal hak asasi manusia semua sudah hampir semua dihapuskan. itu yang akan kita perjuangkan," jelasnya.
Baca: Nasib Aulia Kesuma dan Putranya Geovanni Kelvin, Langsung Tutup Wajah saat Divonis Hukuman Mati
"Kita akan menyurati ke presiden, komisi III bahwa tolong hukuman mati itu harus segera dihapuskan karena sudah melanggar deklarasi universal hak asasi manusia," lanjutnya.
Di sisi lain, ia menuturkan sejumlah permintaan yang diminta kliennya untuk menghadirkan saksi yang meringankan kerap ditolak selama persidangan. Padahal, saksi tersebut bisa jadi pertimbangan majelis hakim.
Baca: Hakim Nilai Perbuatan Aulia Kesuma Bunuh Suami dan Anak Tiri Sangat Sadis dan Tak Berperikemanusiaan
"Jadi ada unsur ketidakadilan kenapa request kami dari menghadirkan saksi meringankan. padahal kita sudah menyediakan dua saksi yang meringankan dan kenapa tidak diamini dan tidak disetujui oleh majelis hakim," jelasnya.
Tak hanya itu, hukuman mati dinilainya sadis karena kliennya Aulia Kesuma memiliki anak yang masih berusia 4 tahun bernama Reyna. Anak tersebut disebutkannya hasil buah hati dari suami yang telah dibunuh oleh Aulia.
"Yang paling penting Ibu Aulia dengan almarhum itu ada kehidupan yang namanya anak. Anak yang berusia 4 tahun yang sekarang tidak tahu akan asuh oleh siapa. Anak yatim dan mungkin sekarang akan piatu. Kalau ibu Aulia sendiri dihukum sangat berat sekali," jelasnya.
Baca: Divonis Hukuman Mati, Aulia Kesuma Muram Wajahnya, Putranya Geovanni Lakukan Ini
Lebih lanjut, dia menambahkan, pihaknya tidak mengerti kenapa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memasukkan alasan tersebut sebagai pertimbangan untuk meringankan hukuman Aulia dan putranya.
"Kami tidak tahu Jaksa tidak memasukkan hal hal ini untuk sebagai ringankan dan kemudian majelis hakim tidak memasukkan hal itu sebagai hal yang meringankan. Ada apa?," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan istri Edi Candra Purnama alias Pupung Sadili, Aulia Kesuma dan putranya, Geovanni Kelvin divonis hukuman mati.
Baca: Dua Eksekutor Pembunuhan Suami dan Anak Kasus Aulia Kesuma Divonis Penjara Seumur Hidup
Hal tersebut dibacakan saat sidang putusan kasus pembunuhan suami dan anak tiri dengan terdakwa Aulia Kesuma dan putranya, Geovanni Kelvin yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Suharno mengatakan kedua terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana dalam kasus tersebut.
Baca: Dijanjikan Rp 500 Juta, 2 Eksekutor Pembunuhan Pupung Sadili dan Anaknya Hanya Terima Rp 8 Juta
"Mengadili menyatakan bahwa Terdakwa I Aulia Kesuma dan Terdakwa II Geovanni Kelvin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Suharno saat membacakan surat putusan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Senin (15/6/2020).
Lebih lanjut, majelis hakim juga memutuskan kedua terdakwa divonis hukuman mati.
"Mengadili terhadap Terdakwa I Aulia Kesuma dan Terdakwa II Geovanni Kelvin. Masing-masing pidana hukuman mati," jelasnya.
Baca: Peran Tini Cs Bantu Aulia Kesuma untuk Habisi Pupung: Cari Dukun Santet di Parangtritis
Dalam pertimbangannya, kedua terdakwa dinilai telah melakukan perbuatan yang tercela dan tidak manusiawi. Selain itu, perbuatan kedua pelaku dinilai sangat sadis dan tidak beradab.
"Menimbang perbuatan terdakwa sangat tercela dan tidak manusiawi. Perbuatan terdakwa sangat sadis dan tidak berperi kemanusiaan dan perbuatan terdakwa membuat kesedihan keluarga korban. Hal meringankan tidak ada," tutupnya.
Kronologi Pembunuhan
Aulia berniat membunuh Pupung dan Dana lantaran suaminya tidak memenuhi permintaan untuk menjual rumah.
"Saksi Aulia Kesuma menceritakan masalah utangnya dan meminta jasa saksi Karsini alias Tini, yang dahulu pernah bekerja sebagai pembantu infal, agar mencarikan dukun untuk menyantet korban Edi Candra supaya meninggal dunia," kata Jaksa Sigit Hendradi.
Awalnya ia menghubungi mantan pembantu infalnya, Karsini alias Tini, untuk mencarikan dukun.
Baca: Aulia Kesuma Dituntut Hukuman Mati, Ini Babak Baru Kasus Pembunuhan Ayah dan Anak
Tini lalu mengenalkan Aulia dengan suaminya, Rody Syaputra Jaya alias Rody yang akan mencarikan dukun untuk membunuh Pupung.
Namun, Rody meminta uang sebesar Rp 45 juta sebagai biaya ritual santet dan imbalan dirinya.
Tanpa berpikir panjang, Aulia memenuhi permintaan Rody.
Baca: Pembunuhan Suami & Anak oleh Aulia Kesuma Dinilai Terlalu Sadis, Pelaku Dituntut Hukuman Mati
Setelahnya, Rody mengajak Supriyanto alias Alpat mencari dukun santet di Parangtritis, Yogyakarta. Akan tetapi, ritual santet yang dilakukan sang dukun tidak berhasil.
Rody pun menyarankan Aulia untuk membunuh Pupung dengan cara ditembak.
"Cara itu gagal lagi karena Pupung jarang keluar rumah," ujar Jaksa.
Dukun santet ketiga yang disewa Aulia adalah Mbah Borobudur. Namun, lagi-lagi tak berhasil.
Aulia kemudian mencari dukun santet lainnya dengan bantuan asisten rumah tangganya bernama Teti.
Teti mengenalkan Aulia dengan dukun bernama Aki. Namun, Aki tidak menyanggupi permintaan Aulia untuk menyantet Pupung hingga tewas.
Meski begitu, Aki menawarkan cara lain, yakni menyewa pembunuh bayaran.
Keduanya adalah Kusmawanto alias Sugeng dan Muhammad Nursahid alias Sugeng.
Aulia menjanjikan bayaran Rp 500 juta kepada keduanya jika berhasil membunuh Pupung dan Dana.
Pembunuhan pun dilakukan di kediaman Pupung di Jalan Lebak Bulus 1, Cilandak, Jakarta Selatan, 23 Agustus 2019.
Dua hari kemudian, jasad Pupung dan Dana dibakar di dalam mobil di wilayah Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.