TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ia tak memungkiri, terkadang mengalami "conflict of interest" (konflik kepentingan).
Ia tak menyangkal, terkadang mengalami apa yang oleh Sigmund Freud (1856-1939), Bapak Psikoanalisis itu, disebut sebagai "split of personality" (kepribadian yang terbelah).
Dialah Dr Anwar Budiman SH SE MH MM, pengacara yang memiliki tiga "kaki" sekaligus.
Tapi ada satu hal yang bisa mengatasi "conflict of interest" dan "split of personality" itu, yakni profesionalisme.
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Di mana kita berada, di situ "rule of the game" atau aturan main dilaksanakan.
Lantas, di mana saja tiga "kaki" Anwar itu berada?
Satu kaki berpijak di ranah buruh, satu kaki lain menapak di ranah industri atau perusahaan, dan satu kaki lainnya lagi berdiri tegak di ranah pendidikan.
Sayangnya, tiga "kaki" itu memiliki "ruh" yang berbeda-beda bahkan terkadang saling bertentangan satu sama lain.
"Ruh" ranah buruh adalah idealisme sekaligus pragmatisme, "ruh" ranah industri atau perusahaan adalah pragmatisme, dan "ruh" ranah pendidikan adalah idealisme.
Untuk itu, Anwar harus pandai-pandai bermain peran. Kuncinya: profesionalisme!
"Saya selalu mengedepankan profesionalisme dalam bekerja di mana pun, karena profesionalisme itulah yang dapat mengatasi conflict of interest dan split of personality," ungkap Anwar Budiman di Jakarta, Sabtu (20/6/2020).
Saat ini Anwar yang profesi utamanya sebagai advokat atau pengacara itu tercatat sebagai dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.
Pria kelahiran Jakarta, 23 Agustus 1970 ini juga aktif melakukan advokasi atau pembelaan terhadap kaum buruh.
Baca: Dituntut 10 Tahun Penjara, Imam Nahwari Seret Nama Taufik Hidayat: Dia juga Tersangka Perantara Suap
Anwar juga menjadi konsultan sejumlah perusahaan bonafid di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Karawang, Jawa Barat, dan Surabaya, Jawa Timur, di antaranya PMA dari Jepang.