Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota DPR Dedi Gumelar mengatakan agama bukan merupakan sumber konflik.
Agama justru menghindari terjadinya konflik.
Konflik terjadi karena agama dipolitisasi pihak tertentu agar kepentingannya tidak terganggu.
"Kalau kata orang Betawi, sumbernya lu, sumbernya manusia sendiri. Agama memang tidak bisa dipisahkan dari politik, tapi sekarang agama dipolitisasi untuk menghalangi supaya kepentingan mereka tidak terganggu," kata Dedi Gumelar dalam webinar 'Apa Iya Agama Sumber Konflik?' di Jakarta, Jumat (26/6/2020).
Baca: Minta Pemerintah Hati-hati Terapkan New Normal, Partai Gelora: Perlu Edukasi Masif ke Warga
Dalam webinar yang dipandu Kabid Hubungan Keumatan DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Raihan Iskandar ini, Dedi Gumelar menilai agama diperlukan untuk membentengi manusia dari perilaku-perilaku buruk.
"Pendidikan saja itu tidak cukup, coba lihat Sukamiskin itu isinya S3, Doktor semua, apa kurangnya pendidikan. Jadi jangan salahkan agama kalau ada maling, korupsi, konflik. Sumbernya manusianya sendiri, karena tidak menjalankan agamanya," kata mantan Anggota DPR Komisi Pendidikan tersebut.
Karena itu, Dedi Gumelar tidak sependapat apabila pendidikan agama dihapuskan dari kurikulum, karena dianggap sebagai sumber konflik.
Baca: Partai Gelora Indonesia Bawa Agenda Revolusi Pendidikan, Anis Matta Beri Penjelasan
Ia pun menolak anggapan, jika manusia beragama dikatakan tidak modern dan tidak sesuai peradaban zaman.
"Agama itu justru sumber peradaban, agama itu bukan penghalang, memilih pemimpin juga diatur agama. Sekarang ini sifat-sifat Fir'aun, Abu Jahal masih ada, mau menghapus mata pelajaran lah. Intinya kepentingan mereka terganggu, itu saja," katanya.
Hal senada disampaikan Ustaz Ade Permana, Dai Damai Indonesia.
Baca: Partai Gelora Usul Agar Revisi UU Pemilu Fokus pada Pelaksanaan Pilpres dan Pileg
Ade mengatakan, agama justru terbukti menyatukan perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah pada masa kolonial Belanda.
"Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Diponegoro dan Hasanuddin, mereka berperang dan mengusir penjajah sepulang dari ibadah haji. Agama itu menyatukan perjuangan," kata Ade.
Bahkan para pendiri bangsa Indonesia (founding father) juga tidak memaksakan Islam sebagai dasar negara dan memilih Pancasila, karena menyadari plurarisme masyarakat Indonesia.