TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menanggapi ancaman reshuffle yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pangi mengatakan, sebenarnya dirinya telah mengingatkan jauh-jauh hari sebelum Jokowi membentuk kabinet.
Dia mewanti-wanti, jangan sampai nanti karena salah memilih menteri, Jokowi disibukkan dengan reshuflle berkali-kali.
Menurut Pangi, gonta-ganti menteri dapat memperlambat akselerasi kerja kementerian itu sendiri.
Sebab, menteri baru harus beradaptasi kembali dan mulai dari nol lagi.
"Hal tersebut sekarang mulai terungkap dan terkomfirmasi, banyak menteri yang nampaknya tidak mampu mengimbangi ritme kerja presiden," kata Pangi kepada Tribunnews.com, Selasa (30/6/2020).
Pria berusia 34 tahun itu mengatakan, tidak ada jaminan bahwa melakukan reshuffle bisa membuat kinerja menteri lebih baik lagi pasca reshuffle.
Lebih lanjut Pangi menjelaskan, letupan-letupan yang menjadi indikator reshuflle adalah letupan politik dan bukan letupan kinerja.
Baca: Refly Harun hingga Politisi PKS Ikut Komentari Ancaman Jokowi untuk Para Menterinya
Baca: Setelah Marah-marah, Jokowi Minta Jajarannya Siapkan Terobosan Baru untuk Penanganan Covid-19
"Bentangan emperis ini yang terjadi selama ini."
"Mau dua kali sampai sepuluh kali reshuffle pun tidak akan punya korelasi linear terhadap kinerja pemerintah, selama reshuffle hanya berbasiskan letupan politik semata," jelasnya.
Pangi beranggapan, apabila intervensi partai politik dalam penyusunan kabinet dan reshuffle cukup tinggi, maka akan mereduksi kekuasaan presiden, dalam hal ini hak prerogatif presiden.
Pangi juga menyebut, kemarahan Jokowi itu hanya bagian dari kausalitas akibat presiden salah menempatkan pembantunya dan tidak menjalankan hak prerogatif secara maksimal.
Baca: Jokowi Marah, Ketua Fraksi PKS: yang Penting bagi Rakyat Pembuktiannya
Pertaruhkan Reputasi Politik hingga Ancaman Reshuffle
Presiden Jokowi meluapkan kejengkelannya kepada para menteri dan anggota kabinet dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.