Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buronan pemerintah Indonesia dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra disebut telah berada di Indonesia sejak 3 bulan yang lalu.
Namun, keberadaan Djoko Tjandra yang masuk kembali ke Tanah Air setelah buron tidak diketahui pihak imigrasi.
Baca: Jika Benar Sudah di Indonesia, Djoko Tjandra Diduga Pakai Paspor Palsu atau Masuk Lewat Jalur Tikus
Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PAN Sarifuddin Sudding menyesalkan buronan yang leluasa keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi aparat penegak hukum.
"Sungguh sangat disesalkan dan ini menjadi tamparan buat aparat penegak hukum kita. Ini menunjukkan masih lemahnya koordinasi antar instansi, baik pihak imigrasi maupun pihak kejaksaan selaku eksekutor," ujar Sarifuddin, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (2/7/2020).
Sarifuddin pun mengungkapkan perlunya pembenahan dalam tubuh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), terutama di bagian imigrasi.
Menurutnya akan berbahaya dan mengancam kedaulatan bangsa apabila pijak imigrasi tidak bisa mendeteksi seorang buronan.
Oleh karena itu, dia meminta Kemenkumham bertanggung jawab.
"Kemenkumham sangat perlu dibenahi, karena sangat berbahaya kalau lalu lintas orang di pihak imigrasi tidak mampu di deteksi," ucapnya.
"Ini bisa mengancam kedaulatan bangsa. Jadi pihak Kemenkumham harus bertanggungjawab mengapa seorang buron pelaku kejahatan yang mempunyai kekuatan hukum tidak bisa terdeteksi oleh pihak imigrasi," kata dia.
Politikus PAN tersebut juga mengatakan aparat penegak hukum dapat mengambil langkah dengan mengklarifikasi keberadaan Djoko Tjandra pada kuasa hukum yang bersangkutan.
Bahwa kuasa hukum Djoko Tjandra juga tidak melaporkan keberadaan yang bersangkutan meski mengetahui Djoko Tjandra menyandang status buron.
"Saya kira aparat penegak hukum bisa mengklarifikasi keberadaan joko Tjandra pada penasihat hukumnya yang mengetahui keberadaan yang bersangkutan, tapi tidak melaporkan ke aparat penegak hukum. Sementara dia mengetahui bahwa yang bersangkutan dalam status buron Kejaksaan Agung," jelas Sarifuddin.
"Kalau ada indikasi keterlibatan pengacara dalam melindungi Djoko Tjandra, sangat berdasar apabila dimintai pertanggungjawaban hukum," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, kuasa hukum buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra, Andi Putra, membenarkan kliennya ada di Indonesia.
Bahkan pada 8 Juni 2020 Andi bertemu dengan buronan Kejaksaan Agung itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Saya hanya mengetahui beliau ada di Indonesia pada saat beliau pendaftaran Peninjauan Kembali [PK] pada tanggal 8 Juni. Di mana PK tersebut didaftarkan sendiri oleh pak Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Andi di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (1/7/2020).
Andi mengatakan tak ada maksud lain dari pertemuannya dengan Djoko.
Tujuannya hanya menemani mendaftar PK kasusnya.
Andi mengaku tak mengetahui kabar kliennya sudah tiga bulan di Indonesia.
Dia juga tak mengetahui jalur masuknya Djoko ke Indonesia.
"Intinya kami bertemu dengan beliau tuh pada saat beliau sudah ada di Indonesia. Kita tidak ikut mengatur atau mengurusi bagaimana masuk ke Indonesia," kata Andi.
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000.
Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008.
Majelis hakim memberi vonis dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta untuk Djoko.
Baca: Mahfud Perintahkan Jaksa Agung Tangkap Djoko Tjandra: Tidak Ada Alasan DPO Dibiarkan Berkeliaran
Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar dirampas negara. Imigrasi juga mencegah Djoko.
Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009. Tepat sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara. Kejaksaan kemudian menetapkan Djoko sebagai buronan.