News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kinerja Menteri Jokowi

Berikan Jokowi Waktu Seminggu Reshuffle, Mardani Ali Sera: Kalau Nggak Ada Kabar Berarti 'Omdo'

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tangkapan layar anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera saat diskusi bertajuk Menyoal Carut Marut Komunikasi dan Kebijakan Publik Di Masa Pandemi melalui virtual, Senin (18/5/2020)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung opsi reshuffle saat marah kepada jajaran menterinya yang dinilai tidak memiliki sense of crisis, pada 18 Juni silam.

Terkait hal itu, anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memberikan waktu satu minggu kepada Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle.

Apabila hal itu tak terlaksana dalam satu minggu, Mardani melabeli pernyataan Jokowi sebagai 'omdo' atau omong doang (omongan saja, - Red).

"Saya nggak mau suuzon (apakah reshuffle itu benar atau gimik), kalau seminggu ini nggak ada kabar (berarti) omdo," ujar Mardani, dalam diskusi Polemik Trijaya 'Menanti Perombakan Kabinet', Sabtu (4/7/2020).

Baca: Rocky Gerung sebut Pada Akhirnya Reshuffle Ditentukan oleh Oligarki

Baca: Politikus PKB Usulkan 3 Menteri Non-Parpol Ini Di-reshuffle

Mardani sendiri menyampaikan kemarahan Jokowi tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti aktor, sistem, dan kultur.

Dari sudut pandang aktor, Mardani menilai yang membuat Jokowi marah sebenarnya adalah perbuatan dari mantan Gubernur DKI Jakarta itu sendiri.

Menurutnya hal itu terkait dengan terlalu banyaknya kementerian/lembaga saat ini yang berjumlah 34.

Padahal Mardani sudah pernah menyampaikan usul perampingan kementerian/lembaga.

"Dari sudut aktor wajar juga Pak Jokowi marah, tapi sebetulnya yang bikin Pak Jokowi marah pak Jokowi sendiri, karena ketika pemerintahan periode kedua dibentuk saya sudah mengusulkan agar Kementerian tidak 34, 20-25 itu udah maksimal. Jangankan antar Kementerian, antar Dirjen saja sinergi dan kolaborasi nya kadang-kadang susah, apalagi antar kementerian," ungkapnya.

Dari sudut pandang sistem, Mardani menilai tak ada keselarasan antara pemerintah pusat dan daerah. Baginya saat ini kebijakan pemerintah pusat, daerah, bahkan hingga ke desa berbeda-beda.

"Sekarang ini ada men sana in corpore sano, lu ke sana gue ke sono. Pak Jokowi ke mana, Gubernur nya ke mana, Kabupaten kotanya ke mana, camat ke mana dan desa. Kasihan ini bukan NKRI ayo di-reset balik, paket undang-undang penataan otonomi daerah kita belum kelar. Dikelarin," jelasnya.

Sementara dari sudut pandang kultur, Mardani mengatakan seharusnya ada prioritas anggaran yang lebih menyasar UMKM dan masyarakat miskin.

Selain itu, Ketua DPP PKS itu mendapatkan informasi kalau Jokowi susah untuk ditemui oleh menteri. Hal ini pun dirasa sangat menyulitkan para menteri untuk bekerja.

"Pak Jokowi juga harus mengubah juga agar menteri-menteri gampang berhubungan. Saya dapat informasi satu menteri bisa 3 bulan, mau ketemu pak Jokowi juga susah. Nyuwun sewu (mohon maaf), saya bukan PDIP tapi Bu Risma bawa HT (handy talky) jadi semua kepala dinas on all selama 24 jam. Jokowi harusnya gampang dihubungi juga gitu," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini