News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Bakal Tindaklanjuti Dugaan Gratifikasi Politikus Demokrat M Nasir ke Bowo Sidik

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

M. Nasir ketika ditemui di Sela sela Rakornas Partai Demokrat enggan mengomentari kasus yang menimpa sepupunya Nasaruddin. Nasir hari ini terlihat mengikuti Rakornas hari ke dua Partai Demokrat di SICC, Minggu (24/07/2011). (TRIBUNNEWS.COM/MBR/Felix Jody Kinarwan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakalan menindaklanjuti keterangan mantan Anggota Komisi VI DPR fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso.

Dalam persidangan tertanggal 23 Oktober 2019, terpidana perkara suap bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) itu buka-bukaan soal penerimaan uang gratifikasi dari sejumlah pihak terkait kedudukannya saat menjabat sebagai anggota DPR.

Bowo mengatakan, total uang Rp8 miliar yang diterimanya berasal dari beberapa sumber. Satu di antaranya, ia menyinggung nama politikus Partai Demokrat M Nasir.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai keterangan Bowo berdiri sendiri tanpa didukung alat bukti lain, sehingga berlaku asas satu saksi bukanlah saksi.

Baca: Daftar Kekayaan M Nasir, Anggota DPR Partai Demokrat yang Usir Dirut Inalum, Total Rp 4,026 Miliar

Namun, ditegaskan Ali, jika nantinya ditemukan bukti dan fakta yang menguatkan keterangan Bowo soal aliran uang suap dari sumber lain, salah satunya M Nasir, maka KPK tak segan akan menindaklanjuti.

"Jika nantinya ditemukan bukti-bukti dan fakta yang memperkuat keterangan Bowo SP tersebut, tentu KPK akan menindaklanjutinya," kata Ali saat dikonfirmasi, Jumat (10/7/2020).

Diketahui, saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Bowo mengaku menerima 250 ribu dolar Singapura atau bila dirupiahkan saat kurs saat itu sebesar Rp2,5 miliar dari M Nasir yang juga duduk sebagai anggota DPR saat itu, terkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Meranti.

Bowo mengaku bahwa penerimaan uang itu saat mengemban tugas sebagai anggota Badan Anggaran.

Menurut Bowo, M Nasir datang menemuinya bersama dengan seseorang bernama Jesica.  

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Bowo Sidik Pangarso menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Mantan anggota Komisi VI DPR RI tersebut dituntut JPU KPK dengan hukuman tujuh tahun penjara, denda Rp 300 juta dan subsider 6 bulan penjara karena dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam kasus kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Dia minta tolong bagaimana kalau dia dibantu Kabupaten Meranti untuk dapat alokasi DAK," kata Bowo kepada jaksa KPK di Pengadian Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).

Lantas, Bowo pun menyarankan agar bertemu dengan Eka Satra yang juga anggota DPR Fraksi Golkar saat itu. Menurut penuturan Bowo, Eka mengurus anggaran tersebut. 

"Eka yang ngurus itu sampai bisa dana tersebut cair. Nah, setelah [Kabupaten] Meranti dapat alokasi itu, Jesica bersama Nasir datang ke ruangan saya memberikan uang Singapura yang kalau dirupiahkan kurang lebih Rp2,5 miliar," ucap Bowo.

M Nasir sendiri sudah pernah diperiksa KPK menggali informasi terkait aliran dana gratifikasi ke Bowo Sidik Pangarso.

"KPK dalami lebih lanjut pengetahuan saksi terkait dengan dugaan aliran dana pada tersangka BSP ini," ujar mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (1/7/2019).

Febri kala itu menyampaikan, Nasir diperiksa  oleh penyidik KPK terkait dua perkara, yakni soal dugaan suap dan dugaan penerimaan gratifikasi.

Petugas KPK sebelumnya menggeledah ruang kerja Nasir di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 4 Mei 2019.

Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 Desember 2019 telah menjatuhi vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap Bowo karena terbukti menerima suap dan gratifikasi.

Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk Bowo selama 4 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana.

Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dakwaan kedua pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang menuntut Bowo 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini