TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengaturan Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) ke dalam Undang Undang dinilai menemukan urgensinya di masa sekarang.
Hal itu dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan ideologis seperti paham komunisme, liberalisme dan khilafah yang mengancam eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara.
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS), Jamal Wiwoho mengatakan, pengaturan Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) dalam Undang Undang (UU) perlu dilakukan agar proses pembumian Pancasila bisa terus dilakukan.
Baca: Pemuda Pancasila Ingatkan Jokowi agar Waspada Bisikan-bisikan Soal RUU HIP
Menurut Jamal, ada beberapa hal yang harus ditekankan dalam penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) PIP. Di antaranya, RUU PIP harus ditujukan bagi terbentuknya jati diri dan karakter bangsa, sikap patriotisme terhadap tanah air, dan terciptanya sikap menghormati, toleransi, dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"RUU PIP diharapkan bukan mengatur penafsiran nilai dasar filsafat Pancasila dalam norma UU karena Pancasila adalah sumber segala sumber hukum yang tidak bisa diletakkan ke dalam UU," kata Jamal, Sabtu (11/7/2020).
Baca: Pengamat: RUU PIP Jadi Payung Hukum BPIP Untuk Perkuat Pancasila
Jamal mengatakan, panyusunan RUU PIP juga harus ditujukan bagi terwujudnya sistem pendidikan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan riset dan inovasi nasional sebagai landasan penyusunan pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang termasuk pusat dan daerah yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila.
Selain itu, lanjut Jamal, RUU PIP juga harus ditujukan bagi terwujudnya sistem politik, demokrasi, hukum nasional, dan politik luar negeri yang bebas aktif dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
"RUU PIP juga harus ditujukan bagi terwujudnya tujuan negara mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Jamal.
Sementara, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti sepakat bahwa Pancasila tidak boleh diperdebatkan dalam konteks penguatan BPIP ini.
Namun, dia mengatakan Pancasila adalah ideologi yang bisa diterjemahkan secara terbuka. Oleh karenanya akan ada banyak tantangan untuk mendekatkan atau mengimplementasikan Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari.
"Ya Pancasila tidak boleh diperdebatkan dalam konteks ini atau dibongkar pasal-pasalnya. Tapi saya kira pemaknaannya terbuka saja untuk diperdebatkan karena dia ideologi. Kalau masalah BPIP-nya sendiri saya kira ketika belajar tentang tata negara memang merupakan suatu praktik yang lazim dan sering kali diterapkan untuk menguatkan keberadaan suatu lembaga dalam sebuah Undang-Undang," kata Bivitri.
Catatan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Undang-Undang tersebut, kata Bivitri, adalah perlunya debat politik yang terbuka di DPR oleh semua fraksi.