"Selama ini penanganan catcalling yang dilakukan saat sekarang baru sebatas pengaduan di ke polisian saja, itupun masih butuh proses panjang," kata dia.
Fitri berpendapat hal di atas tidak terlepas dari belum adanya payung hukum yang secara spesifik mengatur catcalling ini.
"Di KUHAP kan belum ada secara spesifik berbicara tentang unsur maupun tindak perkara tersebut, jadi prosesnya sering terhambat dikarena bukti penguat unsur tindak perkara tersebut lemah."
"Nah hal tersebut kemudian banyak korban yang enggan untuk melapor," beber Fitri.
Baca: Ratusan Masyarakat Sipil Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas 2020: Hanya Janji yang Terus Gagal
Fitri juga meminta kepada masyarakat korban catcalling untuk berani dalam mengutarakan kondisinya.
Dengan berani berbicara maka akan memunculkan kepedulian di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga akhirnya nanti, masyarakat semakin peduliĀ catcalling merupakan bagian dari kekerasan seksual secara verbal.
"Setiap melakukan sosialisasi maupun pendidikan kritis pada masyarakat saya selalu menekankan untuk berani bicara bagi setiap orang yang mengalami kekerasan seperti catcalling juga."
"Dengan berani bicara maka akan menjadi perhatian dan memunculkan kepedulian bersama."
"Keengganan korban melapor karena tadi perlindungan hukumnya tidak pasti," imbuhnya.
Terakhir, Fitri mendesak pihak-pihak terkait khususnya DPR RI untuk segera merampungkan dan mengesahkan RUU PKS.
Demikian ini, masyarakat akan lebih terlindungi lagi lantaran adanya kepastian hukum dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dengan berbagai bentuknya.
Baca draft Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) DI SINI.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)