TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 6 Serikat Buruh/Serikat Pekerja (SP/SB) konsisten menyatakan diri berjuang di tim teknis pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law), Rabu (15/7/2020).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi mengatakan sebagaimana diketahui bahwa telah terbentuk tim teknis pembahas klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang terdiri dari unsur pemerintah, unsur Apindo dan unsur serikat pekerja/serikat buruh.
"Jumlah komposisi tim tersebut mendasar kepada keanggotaan Tripartit Nasional, masing-masing unsur 15 orang," ujar Ristadi dalam konferensi pers di kawasan Kebayoran, Rabu (15/7/2020).
Dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh terdiri dari KSPSI AGN, KSPSI Yoris, KSPI, KSBSI, KSARBaUMUSI, KSPN, FSP Perkebunan, dan FSP Kahutindo.
Dalam perjalananya kemudian KSPSI AGN, KSPI dan FSP Kahutindo menyatakan mundur.
Baca: Kesepakatan Pengusaha, Buruh dan Pemerintah Kunci RUU Cipta Kerja Berjalan Maksimal
Namun kemudian FSP Kahutindo mengklarifikasi bahwa FSP Kahutindo menyatakan tidak mundur dan masih terlibat dalam tim pembahasan.
Dengan demikian dari 8 SP/SB yang awalnya tergabung dalam tim, sekarang tinggal 6 Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang masih ikut berjuang didalam Tim tersebut, yaitu KSPSI Yoris, KSBSI, KSarbumusi, KSPN, FSP Perkebunan dan FSP Kahutindo.
"Kalau ada klaim dari bahwa seluruh serikat pekerja dan buruh mundur, itu tidak benar. Dari 8, masih ada 6 yang masih bertahan masuk dalam tim teknis. Yang 2 memang menyatakan mengundurkan diri," ujarnya.
Ristadi mengungkapkan ada 2 alasan mengapa 6 SP/SB bertahan untuk tim teknis pembahasan kluster ketenagakerjaan RUU, yaitu soal konsistensi dan perjuangan.
Salah satu sebab awal SP/SB menolak omnibus law RUU Cipta Kerja adalah ketidakdilibatkanya serikat pekerja maupun serikat buruh dalam pembahasan substansi draftnya, sehingga diberbagai kesempatan SP/ SB selalu menuntut soal pelibatan/ partisipasi.
Tuntutan tersebut disampaikan kepada Presiden Jokowi, selanjut di tindaklanjuti dalam pertemuan di menkopolhukam dengan melibatkan lebih banyak serikat pekerja/serikat buruh.
Ristadi menyampaikan salah satu kesepakatan pertemuan tersebut adalah dibentuknya tim pembahas dengan melibatkan presiden/ketua umum SP/SB.
Pada akhirnya pemerintah merespon aspirasi-aspirasi tersebut dan melalui Menko Ekonomi dikeluarkan surat instruksi kepada Menaker untuk menindaklanjutinya.
"Tim ini, inisiasinya atas dorongan apirasi serikat pekerja dan buruh yang di akomodir oleh pemerintah. Kalau kami mundur justru kami malah tidak kelihatan konsisten. Publik akan bertanya. Maka dengan segala resiko akan memanfaatkan forum itu untuk menyampaikan aspirasi yang telah kami serap dari anggota," ujarnya.
Presiden KSPN itu juga membantah jika ia dan 6 konfederasi SP/ SB lainnya yang masuk dalam tim dan dengan adanya tim tersebut merupakan kesetujuan terhadap omnibus law.
Sebaliknya, ia mengungkapkan bahwa tim teknis dimanfaatkan sebagai media formal untuk menyampaikan argumentasi-argumentasi keberatan dan penolakan kami terhadap cluster ketenagakerjaan.
"Dua alasan utama itulah yang membuat kami memutuskan untuk tetap berjuang di dalam tim teknis dengan segala konsekuensinya," lanjut Ristadi.