“Untuk internal Polri dugaan kuat penyalahgunaan wewenang dan membuat surat palsu untuk kepentingan perjalanan JC (Djoko Tjandra) ke Indonesia,” ujarnya.
“Mulai dari buat surat jalan sampai dengan cek red notice dan giat lain dalam rangka mengajukan proses PK sampai dengan kembalinya JC ke luar negeri, semua sedang kita lidik,” sambung dia.
Menurut Listyo, Prasetijo bisa dijerat Pasal 221 KUHP dan Pasal 263 KUHP.
Diketahui, Pasal 221 KUHP merupakan pasal bagi mereka yang menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan.
Sementara, Pasal 263 KUHP mengatur tentang pemalsuan surat.
Bareskrim pun sedang mendalami aliran dana serta keterlibatan pihak lain di luar institusi Polri dalam kasus ini.
Selain fokus untuk menyeret kasus ini ke ranah pidana, Listyo mengaku pihaknya juga sedang berupaya menangkap Djoko Tjandra.
“Fokus kita saat ini adalah bagaimana membawa pulang kembali JC untuk buka semua tabir,” ungkap Listyo.
“Dan proses pidana terhadap pelaku yang terlibat dalam proses membantu buron JC selama yang bersangkutan datang dan lakukan langkah-langkah untuk urus kasusnya selama di Indonesia,” ujar dia.
Carut marut kasus pelarian buron Djoko Tjandra yang melibatkan Polri berawal dari surat jalan untuk Djoko Tjandra yang diterbitkan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Prasetijo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan.
Ia bahkan ditahan di ruangan khusus oleh Divisi Propam Polri. Namun, ia sedang dirawat di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, sejak Kamis (16/7/2020) karena menderita tekanan darah tinggi.
Dari pemeriksaan sementara, Prasetijo disebut membuat surat jalan atas inisiatif sendiri dan melampaui kewenangan karena tidak izin kepada pimpinan.
Prasetijo juga disebut berperan dalam penerbitan surat pemeriksaan Covid-19 dan surat rekomendasi kesehatan untuk Djoko Tjandra.