TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah yayasan dan organisasi masyarakat di bidang pendidikan yang tergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa proses seleksi program ini telah dilakukan dengan sangat ketat.
Mereka pun berharap POP mampu mendorong peningkatan kualitas pendidikan anak Indonesia.
Muhammad Syafi’ie El-bantanie, Direktur Pendidikan Dompet Dhuafa Pendidikan, mengakui proses seleksi program ini dilakukan secara ketat dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami berkeyakinan Kemendikbud telah merancang POP dengan baik dan serius,” kata Syafi’ie di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Baca: Gabung di Program Organisasi Penggerak, Tanoto Foundation Bantah Terima Anggaran Negara
Dia menjelaskan, Dompet Dhuafa merupakan lembaga sosial dan kemanusiaan yang berkhidmat memberdayakan masyarakat marjinal melalui lima pilar program, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan dakwah.
Dalam menjalankan peran ini, Dompet Dhuafa telah bekerjasama dengan berbagai pihak dan para pemangku kepentingan, baik skala lokal, nasional, maupun global.
Syafi’ie mengaku bersyukur dapat bekerjasama dengan Kemendikbud untuk memajukan pendidikan Indonesia melalui POP.
Sedari awal, tim Dompet Dhuafa menyiapkan konsep program dengan matang berdasarkan pengalaman panjang bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
Proses seleksi diawali dengan evaluasi administrasi, substantif, hingga verifikasi langsung ke kantor pusat Dompet Dhuafa di Jakarta Selatan.
Baca: LP Maarif PBNU Ikut Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
“Kami mengalami betul, bisa melewati proses seleksi ini tidaklah mudah,” terang Syafi’ie.
Salah satu tahapan yang paling berat adalah verifikasi faktual langsung ke kantor.
Semua fakta dicek, termasuk administratif organisasi.
“Alhamdulillah, pada akhirnya Dompet Dhuafa menjadi salah satu organisasi masyarakat yang dinyatakan lolos seleksi untuk menjadi mitra Kemendikbud dalam POP untuk memajukan pendidikan Indonesia,” tegasnya.
Sebagai informasi, Program Organisasi Penggerak diluncurkan pada Maret 2020.
Para peserta yang mendaftar kemudian mengikuti proses evaluasi proposal yang terdiri atas seleksi administrasi, substansi, dan verifikasi.
Baca: Muhammadiyah Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud
Proses evaluasi proposal berfokus pada substansi yang dilakukan dengan prinsip transparan dan akuntabel oleh lembaga independen, yaitu SMERU Research Institute.
Proses evaluasi proposal dilaksanakan tiga evaluator independen dengan metode double blind review yang hanya memakai ID proposal dan ID organisasi masyarakat.
Melalui cara ini, tim evaluator tidak mengetahui organisasi mana yang memiliki proposal sehingga mereka hanya fokus pada substansi proposal yang telah diserahkan.
Proses double blind review dan penggunaan kriteria yang sama oleh tim evaluator dinilai mampu menjaga netralitas dan independensi.
Ayu Apriyanti, Direktur Indonesia Mengajar menyatakan proses evaluasi POP di tengah pandemi menjadi tantangan baru bagi para peserta.
Beberapa persiapan dan koordinasi internal harus dilakukan tanpa tatap muka.
Kendati dalam kondisi terbatas, proses evaluasi berjalan sangat ketat. Bahkan, kunjungan dan wawancara langsung tetap dilakukan dengan menjalankan protokol Kesehatan COVID-19.
Menurut Ayu, situasi ini menjadi pembelajaran karena kondisi kebiasaan baru tidak menghalangi masyarakat bergerak dan bekerja bagi pendidikan Indonesia.
“Jika dipikir anak-anak di Indonesia tetap tumbuh dari hari ke hari, tidak peduli ada pandemi atau tidak. Salut untuk tim yang tetap semangat menjalankan proses evaluasi ini,” tegasnya.
Ayu menilai, keberagaman organisasi penggerak menjadi bukti gotong-royong memajukan pendidikan nasional.
“Dari awal ini bukan tentang Organisasi Penggerak tetapi tentang anak-anak Indonesia, kami berharap pendidikan anak Indonesia bisa selalu jadi tujuan akhirnya. Akan ada banyak pembelajaran di sepanjang proses dan kami yakin, selain anak-anak, guru dan kepala sekolah, siapapun yang terlibat akan ikut bertumbuh ketika menjalankan program ini,” ungkap Ayu.
Jejen Musfah, Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga menyambut baik bergulirnya POP.
Menurut dia, peningkatan mutu guru merupakan tugas bersama pemerintah dan masyarakat.
“PGRI sudah dan akan berusaha melakukan pelatihan-pelatihan guru sesuai perkembangan IPTEK dan perubahan masyarakat,” katanya.
Dia menjelaskan, pelatihan merupakan media belajar dan peningkatan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan melahirkan siswa yang kompeten.
Jadi, guru merupakan kunci pembentukan generasi bangsa berkualitas dan kreatif.
Saat ini, mutu pendidikan masih rendah, meskipun secara individu dan sekolah-sekolah tertentu banyak meraih prestasi internasional.
Faktor utamanya adalah lemahnya guru dari sisi kompetensi dan kesejahteraan.
“Di sinilah pentingnya POP dengan pelibatan organisasi masyarakat sebagai pelaksana di mana guru diberi kesempatan belajar hal baru terkait literasi, numerasi, dan karakter,” kata Jejen.