TRIBUNNEWS.COM - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah telah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
PGRI, NU dan Muhammadiyah menarik diri sebagai mitra, karena dinilai bermasalah.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak.
Baca: NU dan Muhammadiyah Mundur dari Program Kemendikbud, Cak Imin Ingatkan Peran NU di Dunia Pendidikan
Baca: HNW: Jangan Abaikan Peran NU dan Muhammadiyah Sebagai Penggerak Pendidikan
Berikut fakta- fakta lengkap yang Tribunnews.com rangkum dari berbagai sumber:
Program Dinilai Tak Efisien
Melalui surat yang ditandatangani Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi dan Wakil Sekjen, Muhir Subagja menyebutkan bahwa PGRI memutuskan untuk tidak bergabung dalam POP Kemendikbud.
"Dalam perjalanan waktu, dengan mempertimbangkan beberapa hal, menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah."
"Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi."
"Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2019 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," papar Unifah melalui suratnya, Jumat (24/7/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
PGRI menilai waktu pelaksanaan program yang sedikit, sehingga dirasa tidak efisien dalam menjalankan Program Organisasi Penggerak.
"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien," kata Unifah.
"Serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," sambungnya.
Baca: Cak Imin ke Nadiem: Kualat Nanti Kalau Tak Libatkan NU dan Muhammadiyah
Baca: Dikritik Muhammadiyah dan NU, Kemendikbud Ungkap Ada 3 Skema Pembiayaan Program Organisasi Penggerak
Kriteria Penetapan Peserta Tidak Jelas
Tak hanya itu, ada alasan lain yang membuat PGRI memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud.
PGRI juga menilai pemilihan peserta Program Organisasi Penggerak tidak jelas.
Alasan ini sama dengan organisasi lain yang mengundurkan diri lebih dulu yakni NU dan Muhammadiyah.
Bahkan, Unifah menilai, kriteria dalam penetapan peserta POP Kemendikbud juga tidak jelas.
"Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas," ujar Unifah.
PGRI memandang perlunya program yang sangat dibutuhkan para guru.
Prioritas program yang dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru.
Baca: NU dan Muhammadiyah Mundur, Komisi X DPR Desak Kemendikbud Buka Kriteria Seleksi OP ke Publik
Baca: Satgas NU Pakai Cara Persuasif kepada Sejumlah Kiai yang Belum Tahu Detail soal Covid-19
Baca: Dukung Kurban Saat Pandemi, PT Bintang Toedjoe Gandeng NU dan Muhammadiyah
Muhammadiyah Gelar Pelatihan
Sementara, Muhammadiyah membeberkan sejumlah pertimbangan hingga akhirnya memutuskan mundur dari POP.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno melalui keterangan tertulisnya.
"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal,
"Maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," beber Kasiyarno, Selasa (21/7/2020), dikutip dari Kompas.com.
Meski demikian, Muhammadiyah tetap akan membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru.
Pelatihan yang dimaksud melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan dalam POP.
Baca: Intelektual Muda NU Duga Ada Pihak yang Gunakan Isu Agama untuk Pecah Belah Bangsa
Baca: Kembangkan Unusia, Jazilul Fawaid: NU Ingin Membantu Pemerintah
Proses Seleksi Tak Jelas
Lebih lanjut, mundurnya NU dikarenakan permasalahan proses seleksi yang dinilai kurang jelas.
Ketua LP Maarif NU, Arifin Junaidi menyampaikan, alasan lain NU memutuskan mundur dari POP Kemendikbud.
Alasan lain mundurnya NU, Arifin menuturkan, karena saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah.
Pelatihan tersebut dilaksanakan di 15 persen dari total sekolah atau madrasah sekitar 21.000 sekolah/madrasah.
Arifin menambahkan, mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah serta kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya.
Sedangkan POP harus selesai akhir tahun ini.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin/Fahdi Fahlevi) (Kompas.com/Ayunda Pininta Kasih)