News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suhu Dingin di Indonesia, Pertanda Puncak Musim Kemarau Bulan Juli - Agustus 2020? Ini Penjelasannya

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Daun terkena embun es di komplek candi Arjuna Dieng.Suhu Dingin di Indonesia, Pertanda Puncak Musim Kemarau Bulan Juli - Agustus 2020? Ini Penjelasannya.

TRIBUNNEWS.COM – Akhir-akhir ini, cuaca dingin yang dirasakan warga di berbagai wilayah Indonesia tengah banyak diperbincangkan.

Dikabarkan, udara dingin yang terjadi menandakan puncak musim kemarau akan tiba.

Hal ini disampaikan Kabid Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hary T Djatmiko.

“Fenemona suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan puncak musim kemarau pada Juli hingga Agustus,” kata Hary dalam keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Ilustrasi suhu dingin di Kota Bandung. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

Selain itu, suhu dingin diperkirakan karena kandungan uap atmosfer yang cukup sedikit, sebagaimana dilansir Kompas.com.

Kandungan uap atmosfer bisa terlihat dari tutupan awan yang tidak signifikan akhir-akhir ini.

Ia menambahkan, uap dan air merupakan zat yang cukup efektif menyimpan energi panas.

Rendahnya kandungan uap atmosfer menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan bumi ke luar angkasa pada malam hari ini tidak tersimpan di atmosfer.

Kemudian, energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.

“Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan musim hujan atau peralihan,” kata Hary.

Hary menilai puncak kemarau memang membuat suhu udaranya lebih dingin dan permukaan bumi yang kering.

Kondisi inilah yang menyebabkan panas matahari akan lebih banyak terbuang ke angkasa.

“Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada musim hujan,” kata Hary.

Baca: Peringatan Dini BMKG Selasa, 28 Juli 2020: Waspada Cuaca Ekstrem di 18 Wilayah

Baca: Info BMKG Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Selasa, 28 Juli 2020: Waspada 3 Wilayah Hujan Disertai Angin

Penjelasan suhu dingin di Indonesia pada bulan Juli 2020

Bulan Juli ini merupakan periode musim dingin di Australia.

Sifat massa udara yang ada di Australia dingin dan kering.

Sehingga menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia ke Indonesia yang dikenal sebagai Monsoon Dingin Australia berimplikasi pada penurunan udara yang cukup signifikan di malam hari.

Meski demikian, saat ini belum merupakan puncak kemarau sehingga kondisi ini bukan merupakan kondisi yang paling signifikan.

"Diprakirakan pada Agustus dan awal September nanti kondisi dingin akan semakin terasa di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan NTT,” tutur Hary.

Ilustrasi kedinginan. (Istimewa)

Satu di antara wilayah Indonesia yang merasakan suhu dingin dari hari biasanya adalah Yogyakarta.

Suhu dingin ini dirasakan, terutama ketika pagi dan malam hari.

Normalnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mencatat suhu untuk wilayah Bantul, Yogyakarta, Gunungkidul, Kulon Progo antara 23-31 derajat celcius.

Sementara untuk Kabupaten Sleman antara 22-31 derajat celcius.

BMKG mencatat ada beberapa faktor terkait suhu dingin yang dirasakan saat ini mengalami peningkatan.

Kepala Stasiun Klimatologi, BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas menyampaikan peningkatan suhu dingin kali ini dipengaruhi adanya tiupan angin timur atau dikenal Monsun Australia.

Angin tersebut mengarah ke Indonesia, khususnya ke wilayah DIY.

Ia menambahkan, pagi ini BMKG mencatat suhu minimum di DIY saat ini mencapai 18 derajat celcius.

"Pagi tadi tercarat sampai 18 derajat celcius. Diperkirakan sampai bulan Agustus masih bisa terjadi," kata Reni Kraningtyas, Senin (27/7/2020).

Ilustrasi Cuaca Dingin.(Tribun Bali/Net)

Adapun sebagai informasi, sebagian wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau seperti yang diprediksi oleh BMKG.

Untuk itu, BMKG perlu menyampaikan beberapa poin penting terkait perkembangan musim kemarau di tahun 2020 ini, di antaranya:

1. Analisis BMKG hingga 20 Juni 2020 menunjukkan bahwa 51,2% wilayah Indonesia telah mengalami musim kemarau sedangkan sisanya masih mengalami musim hujan.

Wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir timur Aceh, bagian barat Sumatra Utara, pantai timur Riau -Jambi, pesisir utara Banten, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan timur, sebagian besar Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat bagian selatan, Pesisir selatan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian utara, Pulau Buru dan Papua Barat bagian timur.

2. Musim kemarau ditandai oleh berkurangnya hari hujan dan rendahnya jumlah curah hujan yang terukur di permukaan.

Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Jawa Timur telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut (deret hari kering) berkisar antara 20 - 60 hari.

Sedangkan Sebagian besar wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian Utara telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut berkisar antara 10 - 30 hari.

3. Umumnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada pertengahan Juni 2020 berada pada kriteria "rendah" (0 - 50 mm/dasarian).

Curah hujan kriteria "menengah" (50-150 mm/dasarian) terjadi di Aceh bagian selatan, Riau, Lampung bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, Kalimantan Barat bagian barat laut, dan Maluku Utara. Curah hujan kategori "tinggi" (>150 mm/dasarian) terjadi di Sulawesi Tengah bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian utara, Pulau Seram bagian barat, Papua Barat bagian barat dan Papua bagian tengah khususnya di sekitar Timika.

4. Dibandingkan dengan curah hujan normalnya (rata-rata iklim 1981-2010) pada bulan Juni, 50% dari wilayah-wilayah tersebut menunjukkan kondisi Atas Normal (lebih basah dari biasanya).

Sedangkan 30% wilayah yang lebih kering (Bawah Normal) terjadi di Sumatra Utara bag tengah, Jawa Barat bag tengah, Jawa Tengah bag tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah bag utara, Papua Barat bag timur, Jayapura dan Papua bag utara dan tengah.

5. Prediksi curah hujan pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2020 umumnya akan berada pada kisaran kriteria rendah (0 - 50 mm/dasarian) hingga menengah (50 - 150 mm/dasarian) di sebagian besar wilayah.

Potensi curah hujan rendah (70%. Sementara itu, potensi curah hujan rendah di Jawa (kecuali Banten), Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan bagian selatan dan Papua bagian selatan di sekitar Merauke memiliki peluang > 90%.

6. Hasil monitoring indikator anomali iklim Samudera Pasifik yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral (fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5°C dari rata rata normal klimatologisnya).

Sebagian besar Lembaga Meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah.

Kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin -0,5° s.d -1,0°C dari normal klimatologisnya.

Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya.

Sementara itu monitoring anomali iklim Samudera Hindia menunjukkan beda suhu muka laut Perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatera sebagai indikator Dipole Mode Samudera Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni.

Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020.

7. Monitoring terhadap kondisi suhu muka laut perairan Indonesia menunjukkan kondisi normal, dengan kisaran anomali suhu muka laut antara -0.5 s/d +2°C. Suhu muka laut yang hangat (anomali positif) terjadi di perairan timur Sumatera, perairan selatan Jawa, Laut Banda dan perairan utara Papua.

8. Dari berbagai kondisi tersebut diperkirakan akan menjadikan musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia akan cenderung basah, namun perlu tetap diwaspadai adanya potensi kekeringan di 30% wilayah Zona Musim (ZOM), yaitu di Aceh bagian utara, tengah dan selatan, Sumatera Utara bagian selatan, Riau bagian utara, Lampung bagian utara dan timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, DIY bagian timur, sebagian Jawa Timur, Bali bagian selatan dan timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur bagian timur dan selatan, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, dan Maluku bagian barat dan selatan.

9. Berdasarkan perkembangan musim kemarau dan prospek curah hujan 6 bulan mendatang, serta tidak adanya ancaman potensi anomali iklim global yang signifikan, para mitra kerja BMKG dan juga masyarakat umum secara luas hendaknya dapat memanfaatkan informasi iklim ini untuk kewaspadaan, ataupun untuk perencanaan jangka pendek.

10. Untuk daerah yang masih mendapatkan curah hujan tinggi perlu mewaspadai potensi perkembangan nyamuk pembawa penyakit demam berdarah.

Untuk daerah-daerah yang yang telah memasuki musim kemarau dengan deret hari kering yang cukup panjang, serta diprediksi dalam 2 hingga 4 bulan kedepan menerima hujan dengan intensitas rendah, perlu melakukan langkah mitigasi antara lain: budi daya pertanian yang tidak mebutuhkan banyak air, melakukan gerakan hemat penggunaan air bersih, dan mewaspadai kebakaran hutan, lahan dan semak.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Kompas.com/Cynthia Lova, TribunJogja.com/Miftahul Huda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini