News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah dan DPR Didesak Buka Draft Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur The Indonesian Human Right Monitor (Imparsial) Al Araf di Kantor DPP PSI, Jalan Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah dan DPR untuk melakukan pembahasan rancangan Peraturan Presiden tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme secara terbuka.

Karenanya menurut mereka pemerintah dan DPR harus menyampaikan draft rancangan Perpres yang sudah jadi tersebut ke publik.

Baca: Mahfud MD: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme Sudah Dikirim ke DPR

Baca: Dua Istilah dalam Rancangan Perpres Pelibatan TNI Mengatasi Terorisme Ini Dinilai Janggal

Baca: Pengamat Militer Imbau Pemerintah Hati-hati dan Perhatikan Pelibatan TNI Atasi Terorisme

Hal tersebut disampaikan anggota Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan yang juga Direktur Imparsial, Al Araf, pada Minggu (2/8/2020)

"Kami mendesak kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan pembahasan rancangan Perpres tersebut secara terbuka. Dengan demikian, adalah menjadi keharusan bagi pemerintah dan DPR untuk menyampaikan draft rancangan Perpres yang sudah jadi tersebut kepada publik. Pemerintah dan DPR tidak boleh menutup-nutupi rancangan Perpres yang telah selesai tersebut dari masyarakat," kata Al Araf kepada Tribunnews.com.

Selain itu ia mengatakan koalisi berpandangan bahwa Perpres Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme perlu memuat prinsip dan substansi pasal-pasal antara lain pertama yakni tugas TNI dalam menjalankan tugas operasi militer selain perang untuk mengatasi aksi terorisme fungsinya hanya penindakan.

Menurut koalisi, fungsi penindakan itu sifatnya hanya terbatas yakni untuk menangani pembajakan pesawat, kapal atau terorisme di dalam kantor perwakilan negara sahabat.

Selain itu koalisi juga berpandangan ruang lingkup penindakan oleh TNI tidak perlu terlibat dalam penanganan terorisme pada objek vital strategis.

Terkait dalam hal ancaman terorisme terhadap presiden, koalisi berpandangan, sifatnya harus aktual, ketika terjadi aksi terorisme dan bukan pada saat perencanaan.

Koalisi juga berpandangan eskalasi ancaman tinggi harus dimaknai terjadi pada saat darurat militer bukan pada kondisi tertib sipil.

Koalisi berpandangan TNI tidak perlu memiliki fungsi penangkalan dan pemulihan dalam penanganan aksi terorisme.

Menurut koalisi pemberian fungsi penangkalan dan pemulihan sebagaiman diatur dalam draft lama rancangan perpres terlalu berlebihan dan mengancam negara hukum dan HAM.

"Kedua, penggunaan dan pengerahan TNI harus atas dasar keputusan politik negara yakni keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR," kata Al Araf.

Menurutnya hal tersebut sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 5 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini