Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Permohonan itu diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).
Tiga hakim yang memutus perkara ini adalah Hakim Agung Supandi, Yodi Martono Wahyunadi, dan Is Sudaryono.
Sekjen KPCDI, Petrus Hariyanto, mengatakan sudah menerima informasi adanya putusan MA tersebut dari membaca informasi di laman MA.
"Hanya pengumuman di web MA. Sumbernya web MA, karena amar putusan belum diterima," kata dia, saat dihubungi, Selasa (11/8/2020).
Baca: Ini Alasan Pemerintah Berikan Subsidi Upah Berdasarkan Data dari BPJS Ketenagakerjaan
Dia mengaku akan berkoordinasi dengan tim penasihat hukum untuk menindaklanjuti putusan tersebut.
"Kalau langkah hukum selanjutnya masih berdiskusi dengan pengacara, apakah memungkinkan," tambahnya.
Untuk diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan KPCDI dan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diatur Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Setelah dikabulkan permohonan itu, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang secara substansi mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan lagi.
Pemerintah menetapkan kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan secara bertahap pada bulan Juli 2020, kemudian pada bulan Januari 2021, sementara peningkatan tarif peserta mandiri dengan manfaat perawatan kelas III disubsidi oleh Pemerintah.
Baca: Penyaluran Bantuan Subsidi Upah, Perusahaan Diminta Kirim Data Pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan
Berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, Pemerintah menetapkan iuran peserta mandiri kelas III sebesar Rp 42 ribu mulai Juli 2020.
Namun, peserta cukup membayarkan iuran sebesar Rp 25.500 karena sisanya sebesar Rp 16.500 berasal dari subsidi oleh pemerintah pusat.
Lalu, KPCDI mendaftarkan hak uji materiil terhadap Perpres kenaikan iuran BPJS Kesehatan Jilid II setelah pihaknya melakukan kontemplasi untuk menemukan pencerahan bagi kepentingan KPCDI pada khususnya dan Rakyat Indonesia.
Kuasa Hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan Jilid II tidak punya empati di tengah keadaan yang serba menyulitkan masyarakat saat ini.
Menurutnya, kebijakan kenaikan iuran BPJS Itu jelas merupakan suatu ketidak-adilan dan kenaikan tersebut juga tidak sesuai dengan apa yang dimaknai dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.
"Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengganguran juga naik. Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan," ungkap Rusdianto.