News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kemendikbud: Pembelajaran Jarak Jauh Tingkatkan Risiko Pernikahan Dini

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah siswa mengenakan masker dan pelindung wajah mengerjakan tugas dari sekolah saat mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Warnet Covid-19 RW 09, Kelurahan Lingkar Selatan, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (10/8/2020). Fasilitas warung internet gratis dengan menerapkan protokol kesehatan ini dihadirkan untuk membantu para siswa dalam mengikuti PJJ, sehingga para orang tua siswa tidak perlu lagi khawatir soal kuota internet. Tribun Jabar/Gani Kurniawan

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdapat sejumlah alasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan pembelajaran tatap muka dilaksanakan di zona hijau dan kuning.

Demikian dikatakan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Jumeri, pada webinar yang disiarkan channel Youtube MNC Trijaya, Rabu (12/8/2020).

Jumeri mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi guru, orang tua, dan siswa selama pembelajaran jarak jauh.

Baca: BREAKING NEWS: Nadiem Makarim Putuskan Program Organisasi Penggerak Dijalankan Tahun Depan

"Pertimbangannya, kendala yang dihadapi guru, orang tua, dari peserta didik selama pembelajaran jarak jauh," ujar Juheri. 

Juheri mengatakan kendala yang diterima dari sisi siswa adalah bertambahnya risiko kekerasan terhadap anak selama di rumah tanpa mampu terdeteksi oleh gurunya.

Baca: Nadiem Makarim: Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka Tapi Tetap Berlakukan Pembelajaran Jarak Jauh

Masalah lainnya dari pembelajaran jarak jauh adalah peningkatan risiko untuk pernikahan dini serta kehamila.

"Risiko lain ketika anak tidak lagi datang ke sekolah terdapat peningkatan risiko untuk pernikahan dini, eksploitasi anak terutama perempuan dan kehamilan. Ini risiko yang kita hadapi. Sehingga kita buka, karena zona kuning mudah-mudahan masih lebih baik dibandingkan dengan zona yang lain," kata Juheri.

Permasalahan lain yang dapat dihadapi anak, menurut Juheri berupa kesulitan konsentrasi belajar dari rumah, dan banyaknya tugas sekolah. Hal ini juga dapat menimbulkan rasa stres, jenuh, serta berpotensi menimbulkan depresi pada anak.

Sementara permasalahan yang timbul pada sisi guru adalah kesulitan komunikasi dengan orangtua dan siswa. Serta kesulitan mengelola pembelajaran jarak jauh dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum.

Mendikbud Nadiem Makarim saat luncurkan empat kebijakan merdeka belajar dalam rapat koordinasi kebijakan pendidikan tinggi di Gedung D kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat (24/1/2020).(Kemendikbud) (Kemendikbud)

Lalu dari sisi orang tua adalah kesulitan mendampingi anaknya belajar di rumah karena ada tanggung jawab lain. Serta kesulitan memahami pelajaran dan cara memotivasi anak.

"Dalam risiko keberlangsungan belajar mengajar yang tidak dilakukan di sekolah berpotensi menimbulkan dampak negatif berkepanjangan pada peserta didik," pungkas Juheri.

Baca: Mendikbud Nadiem Makarim Sebut Pembelajaran Jarak Jauh Tak Optimal

Seperti diketahui, pemerintah akhirnya mengizinkan sekolah yang masuk wilayah zona kuning melakukan pembelajaran tatap muka.

Aturan ini dikeluarkan setelah pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Panduan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru dan Tahun Akademi Baru di Masa Pandemi COVID-19.

"Kita akan merevisi surat keputusan bersama (SKB) untuk memperbolehkan bukan memaksakan pembelajaran tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat konferensi pers melalui daring, Jumat (7/8/2020).

"Perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. Tadinya hanya zona hijau sekarang ke zona kuning," tambah Nadiem.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini