TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok Cipayung Plus menilai pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sarat dengan muatan politis.
Hal ini diungkapkan dalam diskusi virtual 'KAMI di Mata Aktivis Gerakan', Rabu (19/8), menyikapi polemik munculnya KAMI di masyarakat.
Adapun Kelompok Cipayung Plus terdiri dari Sekjend DPP GMNI Sujahri Somar; Sekjend PP PMKRI Tri Natalia Urada; Sekjend EN LMND Reza Reinaldi Wael; dan Sekjend PP Hikmahbudhi Bebin Adi Dharma.
Sekjend GMNI Sujahri SOMAR mengatakan kehadiran KAMI ditandai pro dan kontra di ruang publik hari ini.
Menurutnya, saat ini terdapat sentimen terhadap para tokoh yang melibatkan dirinya di dalam KAMI karena seluruh elemen masyarakat Indonesia sedang menghadapi badai pandemi Covid-19.
Baca: Sekjen MUI Minta Pemerintah Sebaiknya Tidak Memusuhi KAMI, Tapi Merangkulnya
Baca: Hadiri Deklarasi KAMI, Pemerintah Palestina Bisa Panggil Pulang Dubesnya
"Bukannya memberikan sumbangsih kontribusi pemikiran, ide dan gagasan, tetapi malah justru ada upaya-upaya yang mencoba mengganggu jalannya kerja pemerintahan saat ini. Tentunya gerakan tersebut adalah hak demokrasi setiap warga negara Indonesia. Namun di lain sisi mestinya para Tokoh Bangsa yang ikut menjadi deklarator KAMI idealnya memposisikan diri sebagai 'orang tua' yang memberikan kontribusi pemikiran maupun solusi yang konkrit menuju Indonesia maju yang kita cita-citakan bersama," ujar Sujahri, dalam diskusi itu, Rabu (19/8/2020).
Sekjend PP Hikmahbudi Bebin Adi Dharma menyampaikan sejauh ini belum menemukan urgensi dari pola gerakan KAMI.
Bebin juga menyinggung tentang peserta aksi deklarasi KAMI yang tidak menaati protokol kesehatan dan tidak disiplin dalam melaksanakan anjuran pemerintah mengenai Covid-19.
"Sampai saat ini saya belum menemukan urgensi dibentuknya KAMI. Saya menilai kalau gerakan KAMI ini bermuatan politis. Saat deklarasi kemarin juga kita melihat kalau para peserta yang hadir saat deklarasi tidak mengindahkan protokol kesehatan. Saat ini kita mestinya bergotong-royong menyelesaikan masalah yang ditimbulkan dari pandemic Covid-19 ini," kata Bebin.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekjend PP PMKRI Tri Natalia Urada. Tri mengatakan deklarasi KAMI mesti dinilai secara komprehensif. Pasalnya gerakan tersebut adalah bagian dari implikasi barisan-barisan oposisi yang berada di luar pemerintah.
Menurut Tri, keterlambatan pemerintah dalam menangani Covid, ancaman resesi, pembahasan RUU Minerba dan Omnibus law, merupakan cikal bakal lahirnya gerakan ini.
"Namun mesti diingat bahwa pembentukan KAMI ini tidak menjawab kebutuhan masyarakat saat ini. Masyarakat butuh solusi untuk menangani pandemi Covid saat ini serta dampak yang ditimbulkannya, khususnya di bidang ekonomi, yang mengakibatkan Indonesia saat ini terancam akan mengalami resesi," jelas Tri.
Sementara itu, Sekjend EN LMND Reza Reinaldi Wael meminta pemerintah harus dapat menghargai hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi politiknya.
"KAMI ini banyak tokoh-tokoh penting yang kita anggap sebagai orang tua. Oposisi itu sah-sah saja, asalkan bisa berkontribusi dan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Reza.
"Namun saya menilai ada upaya perpecahan yang dilakukan dengan menggunakan politik identitas yang digaungkan KAMI. Problem kita adalah kesejahteraan sosial. kita butuh gerakan gotong-royong untuk keluar dari problem kita hari ini. Bukan dengan memperkeruh suasana pada situasi pandemi seperti ini," imbuhnya.