TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sudah membolehkan digelarnya pembelajaran tatap muka di daerah zona hijau dan kuning. Namun, sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan, pihak sekolah harus memastikan protokol kesehatan dijalankan.
Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperbolehkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dipakai untuk membiayai rapid test guna mencegah penularan Covid-19.
"Dana BOS boleh untuk membiayai pemeliharaan kesehatan akibat pandemi Covid-19. Termasuk untuk rapid test, membeli masker, hand sanitizer, termogun dan sebagainya," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, Kamis (20/8/2020).
Menurut Jumeri, hal tersebut dimungkinkan jika sekolah memiliki kondisi keuangan yang baik, yakni jika selama pembelajaran jarak jauh sekolah memiliki surplus keuangan karena tidak ke luar biaya untuk listrik, air, dan praktik.
Baca: Satgas Covid-19 Minta Penyelenggara Jaga Kualitas Hasil Rapid Test
"Sepanjang sekolah itu masih memiliki kondisi keuangan yang baik," kata Jumeri.
"Sehingga penghematan dari uang BOS itu bisa dipakai untuk mendukung penjagaan kesehatan termasuk uji rapid," tambah Jumeri.
Dia mengatakan, memang tidak semua sekolah memiliki dana BOS yang cukup untuk melakukan rapid test. Namun, jika itu dimungkinkan maka tes untuk siswa dan guru di sekolah terkait sebelum pembelajaran tatap muka dilakukan merupakan hal yang boleh dilakukan.
Jumeri juga menegaskan, Kemendikbud akan memberikan teguran ke dinas pendidikan di suatu daerah jika ada sekolah di daerah tersebut yang melanggar surat keputusan bersama (SKB) empat menteri.
Nantinya, dinas pendidikan yang akan menindaklanjuti teguran tersebut kepada pihak sekolah.
"Yang memberi sanksi (sekolah) adalah pemerintah daerah atau dinasnya," kata dia.
Kebijakan membuka kembali sekolah untuk belajar tatap muka sebenarnya banyak disorot. Langkah ini dinilai berisiko dan dikhawatirkan memperburuk penyebaran Covid-19.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, kebijakan buka-tutup sekolah di zona hijau dan kuning sangat berisiko.
"KPAI memandang bahwa hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak adalah yang lebih utama dimasa pandemi saat ini. Apalagi dokter Yogi dari IDAI dalam rapat koordinasi dengan Kemendikbud beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa anak-anak yang terinfeksi Covid-19, ada yang mengalami kerusakan pada paru-parunya," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/8/2020).
Baca: Dana BOS Tidak Cukup, KPAI Minta Dinas Pendidikan Bantu Dana Pembukaan Sekolah
Menurut Retno, anak-anak juga berpotensi menularkan Covid-19 ke kakek neneknya. Sehingga kematian berpotensi akan meningkat, dan penularan berjalan terus.
Retno mengatakan, seharusnya pemerintah tidak melakukan kebijakan coba-coba untuk anak.
"(Kebijakan buka tutup) nggak akan efektif. Ini berisiko. Akhirnya anaknya tertular juga. Ya coba-coba lah ini namanya, jadi untuk anak kok coba-coba," kata Retno.
Menurut Retno, status zona wilayah sangat riskan untuk dijadikan dasar pembelajaran tatap muka dilakukan kembali. Apalagi, kata dia, selama ini yang menjadi masalah adalah tidak terkonfirmasinya status kesehatan seseorang di zona kuning dan hijau.(tribun network/fah/dod)