TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah selama beberapa tahun ini telah melaksanakan program sertifikasi rumah ibadah.
Menurut pemerintah, legalitas rumah ibadah perlu dilakukan segera untuk menekan konflik ataupun sengketa lahan rumah ibadah.
Sekretaris Umum DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Sahat Martin Philip Sinurat mendukung program sertifikasi rumah ibadah.
Menurut Sahat, masih ada rumah ibadah yang sampai saat ini belum memiliki sertifikat atas lahan yang dimilikinya.
Baca: New Normal, Sejumlah Rumah Ibadah di Jatim dan Jateng Disanitasi
"GAMKI mendukung dan siap membantu pelaksanaan sertifikasi rumah ibadah, khususnya untuk gereja yang selama ini belum bersertifikat. Selain itu, kami juga mengharapkan pemerintah bisa menyelesaikan konflik agraria yang masih banyak terjadi di tengah masyarakat," ujar Sahat saat membuka acara Diskusi Online mengenai Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU CK) dengan GAMKI.
Selain membahas tentang sertifikasi rumah ibadah dan konflik agraria.
Sahat juga menyinggung pembahasan RUU Cipta Kerja yang sedang berlangsung saat ini.
"Ada beberapa isu yang menjadi perhatian masyarakat khususnya yang berkaitan dengan klaster agraria, antara lain adanya alih fungsi lahan sawah, memperparah konflik agraria, memperbesar ketimpangan kepemilikan lahan, dan praktik penggusuran demi investasi," jelas Sahat dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Jumat (28/8/2020).
Sahat mengharapkan pemerintah dapat menjelaskan secara jelas dan baik kepada masyarakat tentang izin konversi tanah pertanian ke non-pertanian, penambahan kategori kepentingan umum untuk pengadaan tanah, dan jangka waktu hak pengelolaan atas tanah.
Baca: Anies Baswedan Keluarkan Pedoman tentang Beribadah di Rumah Ibadah selama PSBB Transisi
"Adanya diskusi online ini kami harapkan dapat memberikan penjelasan secara lebih mendalam kepada masyarakat. Dan GAMKI meminta pemerintah selalu mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap penyusunan kebijakan dan regulasi," tegasnya.
Pada berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo meminta agar lapangan kerja dapat tercipta seluas-luasnya bagi semua masyarakat, sehingga akan tercipta kondisi full employment dan masyarakat Indonesia bisa bekerja di negerinya sendiri.
"Kondisi sekarang banyak orang yang mencari kerja ke luar negeri. Karena saat ini jumlah yang menganggur mencapai 7 juta orang lebih. Ini data sebelum Covid-19, mungkin sekarang sudah bertambah," demikian ujar narasumber utama diskusi, Sofyan A. Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Pada diskusi yang dipandu dengan apik oleh Junaidi S. Hutasoit, Kepala Bidang Infrastruktur Pertanahan Kanwil BPN Provinsi Kepulauan Riau ini, Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan bahwa saat ini Indonesia merupakan negara yang mempunyai terlalu banyak regulasi sehingga menghambat terciptanya lapangan kerja.
Tercatat ada 79 Peraturan Perundang-Undangan yang terkait penciptaan lapangan kerja.
"Tidak semuanya, pasal per pasal. Jika ini kita perbaiki, maka akan membuka lapangan kerja serta menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kemudahan berusaha," ujar Sofyan A. Djalil.