Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami aliran uang dalam pusaran kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia Tahun 2007-2017 melalui pensiunan TNI AD.
Dua pensiunan TNI AD tersebut yakni Aris Supangkat dan Catur Puji Santoso.
Mereka diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso.
Baca: KPK Periksa Direktur PT Indonesian Advisory Terkait Dugaan Korupsi di PT DI
Baca: KPK Periksa 3 Pensiunan TNI AD di Kasus Korupsi PT Dirgantara Indonesia
"Penyidik mendalami pengetahuan kepada kedua saksi tersebut terkait dugaan penerimaan kickback ke pihak end user dan dinikmati pula oleh berbagai pihak," ungkap Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (27/8/2020).
Sehari sebelumnya, KPK juga memeriksa pensiunan TNI AD untuk mengungkap kasus ini. Mereka ialah, Mayjen TNI (Purn) Mulhim Asyrof dan Zemvani Abdul Karim.
Dalam pemeriksaan itu, materinya pun sama, yaitu KPK mendalami kick back dari pemasaran dan penjualan PT Dirgantara Indonesia yang diduga diterima para pejabat PT DI, termasuk Budi Santoso.
"Penyidik kembali mengumpulkan alat bukti melalui keterangan kedua saksi tersebut masih seputar adanya dugaan penerimaan kick back kepada pihak end user di PT DI," kata Ali, kemarin.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama PT DI bidang Bisnis Pemerintah Irzal Rizaldi Zailani sebagai tersangka.
KPK menduga Budi dan Irzal bersama sejumlah pihak telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 205, 3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekira Rp 300 miliar terkait kasus tersebut.
Nilai kerugian negara itu berasal dari jumlah pembayaran yang dikeluarkan PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen penjualan dan pemasaran dari tahun 2008 hingga 2018.
Padahal, keenam perusahaan tidak pernah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian.
Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia (Persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Dalam rapat tersebut juga dibahas biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.