News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

Boyamin Saiman Sang Peniup Peluit Kasus Djoko Tjandra: Yakin Ada Pejabat Tinggi Kejaksaan Telepon DT

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman sebelum wawancara khusus dengan Tribun Network di Jakarta, Jumat (28/8/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

KOORDINATOR Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman membeberkan sejumlah fakta di balik keterlibatan Jaksa Pinangki dalam kasus terpidana kasus korupsi Djoko Tjandra.

Jaksa Pinangki terlibat dalam upaya pembebasan Djoko Tjandra dari jeratan hukum.

Sejauh ini, Jaksa Pinangki disebut menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,3 miliar dari Djoko Tjandra. Sebagian dari uang itu kemudian dibelikan sebuah mobil mewah.

Boyamin mengatakan Jaksa Pinangki menemui Djoko Tjandra di Malaysia pada November 2019.

Dalam kesempatan itu Jaksa Pinangki mengajukan skenario untuk membebaskan Djoko Tjandra yaitu melalui permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA).

Jaksa Pinangki mengajukan dana pengurusan sebesar Rp 1,4 triliun.

"Djoko Tjandra tampaknya percaya dan berjanji, kalau berhasil akan diberikan 10 juta dollar AS atau setara Rp 150 miliar. Menurut informasi yang saya dapat, Pinangki sempat mengajukan permintaan dana 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,4 triliun kepada Djoko Tjandra," jelas Boyamin.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berpose usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Jakarta, Jumat (28/8/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Berikut lanjutan petikan wawancara eksklusif Tribun Network dengan Boyamin Saiman, di Jakarta, Jumat (28/8/2020).

Kabarnya Jaksa Pinangki mengajukan proposal kepada Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa apa yang dimaksud?

Rencananya, fatwa itu menyatakan putusan MA yang menyatakan Djoko Tjandra mendapat hukuman dua tahun penjara tidak bisa dieksekusi. Kira-kira begitu skenarionya.

Skenario itu sebenarnya tidak mungkin karena itu putusan pidana. Kalau perkara perdata masih mungkin.

Skenario Pinangki, Kejaksaan Agung akan memberi rekomendasi kepada Mahkamah Agung terkait fatwa yang menyatakan putusan pidana (vonis dua tahun penjara) kasus Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi.

Djoko Tjandra tampaknya percaya pada skenario itu dan berjanji kalau berhasil akan memberi imbalan 10 juta dolar AS setara Rp 150 miliar.

Baca: Ingatkan Kejagung, Mahfud MD Ungkap Cara MAKI Dapat Foto Rahasia: Boyamin Suka Hubungi Istri Jaksa

Menurut informasi yang saya dapat, dalam proposalnya Pinangki mengajukan anggaran 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,4 triliun.

Proses perjalanan berikutnya, scenario itu gagal. Dari hasilnya penyidikan terungkap Djoko Tjandra pernah memberikan semacam uang saku 500 ribu dolar AS (setara Rp 7,5 miliar) kepada Pinangki.

Tampaknya uang itu sudah dijadikan mobil, sehingga dealer BMW dipanggil oleh penyidik.

Setelah skenario pengurusan fatwa MA tidak berhasil, apa langkah berikutnya?

Skenario itu diketahui tidak akan berhasil setelah Anita Kolopaking sebagai pengacara Djoko Tjandra bertanya kepada kenalannya di MA.

Anita kemudian menawarkan skenario lain, yaitu mengajukan peninjauan kembali (PK) yang didaftarkan 8 Juni 2020. Djoko Tjandra bahkan datang secara langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai persyaratan pengajuan PK.

News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra (kiri) bersama Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman (kanan) berswafoto usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Jakarta, Jumat (28/8/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Berangkat dari itu, maka kemudian saya runut lagi. Kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia dilengkapi surat jalan, surat bebas Covid-19, dan surat kesehatan.

Surat-surat itu terbit karena peran Brigjen Pol PU (Prasetijo Utomo) atas permintaan Anita Kolopaking dan Tommy Sumardi, pengusaha kenalan Djoko Tjandra.

Kemudian kita ketemukan surat pemberitahuan pencabutan red notice Interpol yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi.

Tommy minta tolong Brigjen PU agar diperkenalkan dengan Kepala NCB Interpol yang juga Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubiter) Polri Irjen Pol NB (Napoleon Bonaparte). Pertanyaan semua orang, apa mungkin surat-surat itu terbit secara gratis?

Brigjen PU mengaku mendapat hadiah dari Tommy Sumardi. PU menyebut pemberian uang 20 ribu dolar AS (setara Rp 350 juta) tidak ada kaitan dengan surat jalan.

Baca: Boyamin Saiman Rampung Diperiksa Dewas KPK Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Firli Bahuri

Muncul informasi, ada seorang pejabat tinggi di Kejaksaan Agung RI menghubungi Djoko Tjandra lewat telepon. Apa yang Anda tahu soal hal itu?

Saya sudah melaporkan hal itu kepada Komisi Kejaksaan. Kalau saya berani melapor, 90 persen benar. Itu kejadiannya pada Juli 2020, pejabat tinggi tersebut menghubungi Djoko Tjandra.

Isi pembicaraan saya tidak tahu. Yang perlu diungkap, pejabat tinggi Kejaksaan Agung ini mendapat nomor telepon Djoko Tjandra dari siapa. Nomor HP itu hanya diketahui segelintir orang.

Kalaupun ada yang tahu nomor itu, belum tentu diangkat oleh Djoko Tjandra. Bisa jadi sudah ada konfirmasi sebelumnya bahwa ada yang mau menghubungi Djoko Tjandra.

Saya melapor ke Komisi Kejaksaan agar yang bersangkutan diperiksa untuk mengetahui dapat nomor HP itu dari siapa.

Kalau sudah diketahui nomor itu dari siapa, tentu harus ditanya apa kepentingannya orang tersebut kok bisa menyimpan nomor HP Djoko Tjandra, apakah ada kaitannya dengan Jaksa Pinangki.

Menurut Anda, mengapa Kejaksaan Agung keberatan menyerahkan penyidikan kasus Jaksa Pinangki kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?

Kemungkinan pertama, karena Kejaksaan Agung merasa mampu menyidik kasus itu. Kemungkinan kedua, khawatir akan terbuka lebar semuanya. Hal-hal yang beberapa waktu lalu tertutup menjadi terbuka.

Manakala terungkap semua, bisa menjadi sesuatu yang menghebohkan. Bisa jadi menjadi skandal hukum abad ini yang belum pernah ada yang menandingi sebelumnya.

Rangkaian kasus ini paling tidak melibatkan kepolisian, kejaksaan, dan imigrasi, dari sebuah kasus lama. Dari rangkaian ini setidaknya bisa menjadi kasus abad.

Menurut Anda, apakah kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Sabtu, 22 Agustus 2020 lalu, terkait dengan rangkaian kasus itu?

News Director Tribun Network, Febby Mahendra Putra (kiri) bersama Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman (kanan) saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Jakarta, Jumat (28/8/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Senin, setelah kebakaran, saya menemui orang-orang yang kompeten. Saya dapat keterangan, dari sisi electrical, kebakaran itu tidak wajar. Artinya dari sisi korsleting (hubungan pendek arus listrik) tidak mungkin.

Kalau korsleting listrik mestinya hanya satu lokasi dan tidak merembet begitu cepat. Saya juga mendapat penjelasan dari ahli forensik kebakaran, tidak terlalu sulit mengetahui titik nol kebakaran itu.

Begitu pula asal api, apakah dari rokok, bensin, minyak tanah, atau dari korsleting listrik.

Manakala terjadi akibat korsleting listrik, bisa diketahui apakah ini korsleting biasa atau disengaja. Itu semua bisa dilacak asal tidak ada intervensi dan penyidik bekerja secara independen.

Dari analisis itu mari kita serahkan kepada penyidik untuk mengungkapkan. (genik lendong)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini