News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pimpinan MPR Kritik RUU Ciptaker Karena Sanksi Pidananya Sasar Pesantren

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik RUU omnibus law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dan menolak sejumlah sanksi pidana RUU Ciptaker.

HNW beralasan sanksi pidana RUU Ciptaker dapat berpotensi mengkriminalisasi penyelenggara pendidikan pesantren.

Baik dari jalur formal maupun non formal, baik pesantren tradisional maupun modern.

"Ada beberapa ketentuan dalam RUU omnibus law Cipta Kerja yang harus diwaspadai bersama agar tidak justru kontra produktif.

Baca: Pemerintah Nilai Perlindungan Pekerja Turut Diakomodasi dalam RUU Ciptaker

Bahkan bisa mempidana para Kiyai atau Ustadz yang menyelenggarakan pendidikan via Pesantren baik modern maupun tradisional, karena hanya persoalan perizinan yang belum beres," ujar HNW, dalam keterangannya, Rabu (2/9/2020).

Dia menyebut ada beberapa ketentuan yang bermasalah dalam Klaster Pendidikan di Omnibus Law Ciptaker yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Pasal 51 ayat (1), Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1).

Baca: Baleg: RUU Ciptaker Bahas Pasal Klaster Tata Ruang Laut

Ketentuan tersebut, kata HNW, pada intinya menyebutkan bahwa penyelenggara satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum pendidikan dan wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

Apabila satuan pendidikan tersebut didirikan tanpa perizinan berusaha, maka penyelenggara dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

HNW menilai ketentuan umum seperti ini sangat berbahaya dan perlu menjadi perhatian bersama.

Apalagi, khusus untuk Pesantren sudah ada UU tersendiri, yakni UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang sama sekali tidak mencantumkan sanksi pidana melainkan pembinaan dan sangsi administratif.

"Jadi RUU Ciptaker ini tak sesuai dengan ketentuan dalam UU Pesantren," kata dia.

Baca: Benarkan RUU Ciptaker 75 Persen Rampung, 6.200 dari 8.000 DIM Sudah Selesai Dibahas 

HNW menilai kritik perlu disampaikan agar jangan sampai ketentuan pemberian sanksi pidana untuk Pesantren justru menghambat pendidikan di Pesantren, yang menjadi kekhasan Indonesia dan sudah ada sebelum Indonesia merdeka.

"Oleh karenanya, ada beberapa yang didirkan tanpa mengurus perizinan secara lengkap karena memang sejak zaman Indonesia merdeka tidak pernah ada aturan yang mewajibkan perizinan dan sanksi pidana bila tidak penuhi aturan pendirian," tuturnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini