Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengungkap informasi soal operasi intelijen agar terpidana kasus korupsi Djoko Tjandra bisa kembali ke RI dan menempuh proses hukumnya.
Hal itu Barita dapatkan saat klarifikasi dari Kejaksaan Agung kepada Komisi Kejaksaan terkait keterlibatan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus suap Djoko Tjandra.
"Di dalam penjelasan kemarin (dengan kejaksaan), kami mendapatkan informasi bahwa benar ada informasi yang isinya adalah operasi intelijen agar Djoko Tjandra bisa kembali dan menempuh proses hukumnya. Itu ada dua kali komunikasi, dan itu dilakukan sebagai tugas dari inteligen," kata Barita kepada Tribun-Network, Jumat (4/9/2020).
Barita mempertanyakan dari mana oknum jaksa tersebut mendapatkan nomor Djoko Tjandra tersebut.
"Nah inilah yang dikatakan sumber intelijen. Kemungkinan kalau prosesnya tidak berkaitan dengan pemeriksaan ini, bisa saja," kata Barita.
Baca: KPK Terbitkan Supervisi untuk Penanganan Kasus Suap Djoko Tjandra
Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah ditetapkan tersangka kasus suap untuk membantu Kepengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka bersama Djoko Tjandra dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya karena bersama-sama diduga melakukan pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa MA agar batal dieksekusi.
Baca: Kejagung: Suap Djoko Tjandra Kepada Jaksa Pinangki Rp 7 Miliar Hanya Sebagai Uang Muka
Diduga, Pinangki menerima hadiah sebesar USD 500.000 atau Rp 7 milliar dari Djoko Tjandra. Uang itu diduga telah digunakan oleh Jaksa Pinangki untuk sejumlah peruntukkan.
Terakhir, penyidik menyita satu mobil mewah berjenis BMW SUV X5 milik Jaksa Pinangki. Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa sebanyak 14 saksi.
Dalam kasus ini, Pinangki dijerat pasal 5 ayat 1 huruf A undang-undang tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Selain itu, Pinangki disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Namun, Barita mengatakan pihaknya tidak punya upaya paksa dalam proses klarifikasi dengan kejaksaan.
"Tapi efektivitas kerja komisi itu adalah kerelaan kejaksaan menjaga public trust. Itu yang kami lakukan, tetapi dari pendalaman kemarin, kami juga mendapatkan beberapa simpul yang kami mintai keterangan lebih lanjut," katanya.
Para pihak tersebut antara lain disebutkan Barita yakni Kejari Jakarta Selatan, Kajati DKI, dan atasan dari oknum Jaksa Pinangki.