News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU MK Akan Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung Mahkamah Konstitusi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah lembaga masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Save Mahkamah Konstitusi akan mengajukan gugatan revisi Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) ke MK.

Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif yang tergabung dalam koalisi tersebut menilai revisi UU MK yang telah disahkan pada 1 September 2020 hanya dalam waktu tujuh hari pembahasan oleh DPR dan pemerintah mengandung sejumlah permasalahan konstitusional.

"Pemilihan pengujian undang-undang di MK menjadi opsi yang paling tepat mengingat tidak ada forum konstitusional lain yang diberikan oleh UUD 1945 untuk mengoreksi ketentuan UU tentang Mahkamah Konstitusi yang bermasalah," kata Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan KoDe Inisiatif, Violla Reininda dalam keterangannya, Selasa (8/9/2020).

Baca: Tak Kunjung Mengesahkan RUU PKS, DPR Menilai Cantumannya Terlalu Liberal, Bebas dan Feminis

Violla mengatakan, revisi UU MK tak hanya bermasalah dari sisi prosedural, tapi juga secara materi yang dinilai tidak substantif, tidak mendesak, dan sarat akan kepentingan politik.

Dia menilai pembentuk UU memiliki itikad buruk untuk membajak dan menjadikan MK sebagai kaki tangan penguasa di cabang kekuasaan kehakiman.

"Disahkannya UU Mahkamah Konstitusi memberikan implikasi deteriorasi moralitas berkonstitusi yang serius. Terlebih, revisi UU ini membahayakan bagi kemerdekaan MK ke depan, berpotensi menurunkan kredibilitas MK di mata publik, dan mereduksi fungsi checks and balances MK terhadap kekuasaan legislatif dan eksekutif," ujarnya.

Koalisi menegaskan pentingnya membatalkan revisi UU MK melalui jalur constitutional review di MK.

Sebab pengujian konstitusionalitas Revisi UU Mahkamah Konstitusi bukan hanya soal menyelamatkan institusi MK saja, tetapi untuk menyelamatkan praktik penyelenggaraan sistem ketatanegaraan berdasarkan supremasi konstitusi.

Baca: Akrobat Legislasi Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Dan demokrasi konstitusional yang selama ini dibajak oleh legislator melalui pengesahan produk-produk legislasi yang tidak berkualitas, bahkan menyimpangi nilai-nilai dan ruh konstitusi.

Violla menjelaskan, pembatalan Revisi UU Mahkamah Konstitusi dilakukan dengan 4 tujuan.

Pertama, menarik MK keluar dari pusaran konflik kepentingan dan alat politik legislator di cabang kekuasaan kehakiman.

Kedua, untuk menjaga kemerdekaan MK dalam memutus perkara, supaya MK tetap mengedepankan perspektif konstitusionalisme dan mempertimbangkan aspek kepentingan publik.

Ketiga, untuk menjaga MK agar tetap optimal dan profesional melakukan checks and balances terhadap kekuasaan legislatif dan eksekutif melalui pelaksanaan kewenangan pengujian undang-undang.

Keempat, mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK sebagai salah satu anak kandung era reformasi yang selama ini cukup progresif melindungi dan memulihkan hak-hak konstitusional warga negara serta mengoreksi produk legislasi yang inkonstitusional.

Kelima, pengujian ini ditujukan untuk kepentingan yang lebih luas lagi, yaitu untuk memutus legitimasi dan mendobrak praktik-praktik pembentukan undang-undang yang melangkahi pagar-pagar standar prosedural dan nilai-nilai konstitusi.

Koalisi Save Mahkamah Konstitusintak hanya mengajukan uji materi tetapi juga uji formil terhadap revisi UU MK.

Sejumlah persoalan dari sisi formil misalnya revisi UU MK tidak masuk dalam prolegnas 2020-2024, pembahasan yang dilakukan tertutup, tidak melibatkan publik dan tergesa serta tidak memadainya naskah akademik.

Sementara dari sisi materil, Violla mengatakan terdapat sejumlah pasal yang berpotensi diujikan.

Satu diantaranya mengenai Pasal 87 revisi UU MK. Pasal ini memberlakukan aturan mengikat pada hakim konstitusi yang sedang menjabat saat ini dan secara tekstual, terang sarat akan konflik kepentingan.

"Pasal ini bertentangan dengan ide negara hukum (Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945), tak memberikan kepastian hukum (Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945), dan berpotensi mencoreng kemerdekaan MK (Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945)," kata Violla.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini