Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi meminta DPR RI untuk mencermati draft RUU Masyarakat Hukum Adat yang disebutnya belum menjawab sejumlah persoalan terkait masyarakat adat.
Diketahui, delapan fraksi di DPR RI telah sepakat terkait harmonisasi draf Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/9).
"Draft RUU Masyarakat Hukum Adat yang ada saat ini perlu dicermati, karena belum menjawab persoalan-persoalan, bahkan berbahaya bagi keberadaan masyarakat adat. Contohnya pengaturan tentang evaluasi masyarakat adat," ujar Rukka, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (12/9/2020).
Rukka mengatakan pengaturan soal evaluasi masyarakat adat justru bertentangan dengan Undang-Undang Dasar yang mengakui keberadaan masyarakat adat.
Baca: Komnas HAM Dorong RUU Masyarakat Hukum Adat Segera Dibahas dan Disahkan DPR
Baca: Demokrat: RUU Masyarakat Hukum Adat Jadi Hadiah Selama 75 Tahun RI Merdeka
Dia menjelaskan bahwa masyarakat adat punya asal-usul, sudah ada sebelum negara ini ada, tidak dibentuk oleh negara. Dan pasal-pasal evaluasi dapat menjadi alat untuk menghapus status masyarakat adat berikut dengan hak-haknya.
"RUU sepertinya ketika dibuat ternyata sudah punya niat untuk menghapus. Pasal tentang evaluasi masyarakat adat itu sangat tidak tepat, bahkan berbahaya," kata dia.
Selain itu, Rukka menyebut salah satu letak persoalan masyarakat adat selama ini adalah sektoralisme dalam pemerintahan. Dimana kementerian-kementerian tidak saling mendengar, tidak saling berbicara sehingga tidak ada sinkronisasi, apalagi koordinasi.
"Masyarakat adat jadi korban sektoralisme. Masyarakat adat seperti bola, yang dipingpong kesana kemari. Seperti terperangkap dalam rumah besar, tidak ada pintu, tidak ada jendela. Tidak ada pilihan," ungkap Rukka.
Rukka mencontohkan korban sektoralisme adalah kriminalisasi terhadap Effendi Buhing, Ketua Masyarakat Adat Laman Kinipan, yang belakangan ini menjadi viral di seluruh media. Dalam kasus itu, mereka mengadu kemana-mana namun tak jua mendapat solusi. Sehingga menurut Rukka persoalan sektoralisme ini harus dibereskan dalam UU Masyarakat Hukum Adat.
Kemudian, persoalan lain yang perlu dibahas dalam RUU tersebut adalah pengaturan tentang restitusi dan rehabilitasi untuk memastikan pemulihan terhadap pelanggaran-pelanggaran hak masyarakat adat yang sudah terjadi di masa lalu.
"Valuasi Ekonomi wilayah adat yang dilakukan oleh IPB, UI dan UNPAD menunjukkan bahwa nilai ekonomi sumbangan masyarakat adat cukup besar dan berpotensi lebih besar lagi jika dilindungi dan dikembangkan bersama dengan pemerintah," jelasnya.
"Pandemi juga menunjukkan bahwa masyarakat adat yang sudah kehilangan wilayah adatnya tidak memiliki stok pangan yang cukup. Sebaliknya masyarakat adat yang masih memiliki wilayah adat yang utuh dan hidup dari wilayah adat tersebut memiliki stok pangan yang cukup, bahkan lebih dari cukup untuk bisa dibagi kepada masyarakat lain. Ini menunjukkan bahwa wilayah adat adalah pertahanan dan Lumbung pangan Indonesia yang harus dijaga," pungkas Rukka.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak delapan fraksi di DPR RI sepakat terkait harmonisasi draf Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/9/2020).