TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Lukman Hakim mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik berlebih saat menghadapi resesi.
Resesi sendiri merupakan suatu keadaan ketika pertumbahan ekonomi mengalami kontraksi atau minus selama dua kuartal beruturut-turut.
Menurut Lukman, kunci masyarakat siap menghadapi resesi ialah percaya kepada pemerintah.
Hal tersebut ia sampaikan saat berbincang dengan Tribunnews dalam Panggung Demokrasi: Bayang-bayang Resesi di Tengah Pandemi, Selasa (15/9/2020).
"Dalam situasi (pandemi) seperti ini kita harus percaya pemerintah sudah bekerja."
"Sebab kalau masyarakat yakin pemerintah bekerja keras maka sebenarnya masyarakat tidak perlu panik (menghadapi resesi)," ujar Lukman.
Baca: Pengamat Ungkap Resesi Dipastikan Terjadi Akibat PSBB Jakarta, Tapi Langkah Anies Harus Dilakukan
Ia mencontohkan saat krisis ekonomi sempat mengguncang Indonesia pada 1998 silam.
Kala itu, Lukman merasa masyarakat sangat panik lantaran menganggap semua kebutuhan pokok akan mengalami kelangkaan.
Dampak ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, lanjut Lukman, membuat mereka berbondong-bondong membeli kebutuhan pokok.
"Sewaktu krisis 1998 saya merasakan betul paniknya masyarakat yang menganggap ada kelangkaan beras dan lain-lain."
"Saya dan masyarakat lain harus antre membeli karena adanya ketidakpercayaan kepada pemerintah."
"Kemudian tidak ada jaminan dari pemerintah bahan kebutuhan pokok tersedia, sehingga membuat kita panik," ungkap Lukman.
Baca: Permintaan Domestik Masih Loyo, Indonesia Siap-siap Hadapi Resesi
Oleh sebab itu, ia menyarankan pemerintah harus waspada dalam upaya memenuhi kebutuhan pokok yang cukup bagi masyarakat.
Kalau kepercayaan masyarakat tinggi bila pemerintah sanggup memenuhi kebutuhan pokok, maka menurut Lukman resesi hanya jadi cerita.
"Kalau pemerintah bekerja keras memberi masyarakat dengan banyak bantuan, resesi hanya cerita di ekonomi saja."
"Tetapi dalam sehari-hari kita biasa saja, tidak terjadi apa-apa," jelasnya.
Kendati demikian, Lukman menyadari, ada beberapa masyarakat yang tidak puas dengan kinerja pemerintah untuk keluar dari bayang-bayang resesi.
Baca: Indonesia Terancam Resesi, HNW Minta Realisasi Perlindungan Sosial Diberikan Dalam Bentuk Tunai
Ia mewajarkan hal tersebut lantaran Indonesia memang menganut sistem demokrasi.
Namun, kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah, bisa membuat bangsa ini terbebas dari resesi.
"Kalau ada yang tidak puas wajar saja karena menyangkut kepentingan orang banyak."
"Namun secara umum masyarakat harus bisa merasakan situasi yang seperti ini harus ada kerjasama atau sinergi yang baik antara pemerintah dan rakyat."
"Karena pandemi ini sampai kapan berakhir belum tahu, oleh sebab itu dalam situasi ini kesabaran masyarakat dan pemerintah sedang diuji," tuturnya.
Baca: Hindari Resesi, Pengamat Nilai Bantuan Subsidi Upah Harus Dipercepat
Indonesia Diambang Resesi
Sementara itu, Lukman membenarkan situasi akibat pandemi ini membuat Indonesia diambang resesi.
Adapun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal II-2020 minus hingga 5,32 persen.
"Memang di triwulan II kemarin, kita sudah minus pra resesi, ketika nanti pengumuman BPS di Oktober minus kembali, berarti kita sudah masuk dalam resesi," ungkap Lukman.
Namun, menurut Lukman, Indonesia masih memiliki harapan dalam dua bulan terakhir ini.
"Tetapi memang kita masih ada waktu di bulan Agustus dan September untuk mengejar minusnya agar tidak terlalu dalam."
Baca: Jokowi: Kesempatan Pertumbuhan Ekonomi Hanya di September, Kalau Minus Artinya Masuk Ke Resesi
"Kalau kemarin minusnya 5,32 persen, kita harapkan (di Oktober) tidak sedalam itu, hanya 1 atau 2 persen," tandasnya.
Sehingga beberapa bantuan yang digelontorkan pemerintah diharapkan bisa menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi.
Seperti bantuan melalui sembako, BLT dana desa, subsidi listrik gratis, Kartu Prakerja hingga subsidi gaji karyawan.
"Kalau 2-3 bulan konsumsi di Indonesia meningkat kembali, diperkirakan pertumbuhan ekonomi kita minusnya tidak sedalam kemarin," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)