TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat yang mengagendakan paparan tim ahli atas hasil kajian pengharmonisasian revisi UU Kejaksaan.
Rapat dipimpin Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dan dihadiri beberapa anggota Baleg dan anggota Komisi III DPR sebagai pengusul RUU Kejaksaan.
Dalam rapat tersebut, anggota Baleg fraksi Partai Golkar Nurul Arifin memberikan beberapa catatan atas draf RUU Kejaksaan.
Ia menyoroti pasal 24 ayat 3 di mana jaksa agung muda dapat diangkat dari luar lingkungan Kejaksaan.
Menurutnya hal itu bisa menyakiti pejabat karir yang ada di berada di lingkungan Kejaksaan Agung.
"Buat saya sebagai orang yang bukan jaksa tapi saya melihat dari persepektif umum ini sesuatu yang bisa menyakiti para pejabat karir di situ," kata Nurul di Ruang Rapat Baleg DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9/2020).
Baca: Revisi UU Kejaksaan Mampu Cegah Aparat Penegak Hukum Jadi Alat Politik
"Atau kah memang ada kuota untuk yang di luar seperti misalnya pengangkatan duta besar, apakah seperti itu?," lanjutnya.
Selanjutnya, Nurul menyoroti tidak adanya pengaturan status ASN bagi para pegawai di kejaksaan.
"Jadi di ASN bukan, di mana-mana bukan, dia sangat mandiri, independen, terus ada di bawah kekuasaan siapa? Itu statusnya sebagai apa? ini menurut saya sangat istimewa sekali," ucapnya.
Anggota Komisi I DPR itu juga menyoroti dihapuskannya frasa "yang diduga melakukan tindak pidana" dalam pasal 8 ayat 5.
Artinya seluruh pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa hanya bisa dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Padahal ada kemungkinan kasus bukan pidana yang menimpa jaksa, misalnya pelanggaran kode etik.
"Ini mungkin bisa jadi catatan teman-teman juga," ucapnya.