TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menyebut persoalan kewenangan penyadapan sudah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE).
"Ribut-ribut soal penyadapan (di RUU Kejaksanaan), penyadapan itu sebenarnya sudah diberikan dalam Undang-Undang ITE," kata Suprayman saat rapat Panja Harmonisasi RUU Kejaksaan di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/9/2020).
Menurutnya, dalam UU ITE memang istilahnya bukan penyadapan, tetapi intersepsi dan disebutkan institusi yang dibolehkan yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan BNN.
"Nah problemnya, kemarin di Baleg sudah penyusunan secara menyeluruh RUU Penyadapan, belum disahkan. Kami mengusulkan RUU Penyadapan di bidang penegakan hukum," papar Supratman.
Baca: Tiga Golongan yang Kerap Menggunakan Pasal UU ITE, dari Oknum Pejabat hingga Penegak Hukum
Sebelumnya, Anggota Baleg DPR Taufik Basari menyoroti kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksaan yang diletakkan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum (tikum).
"Ini sangat luas dan sangat berbahaya. Kalaupun ada kewenangan penyadapan yang dimiliki berbagai instansi, itu konteknya harus terkait dengan penegakan hukum," kata Taufik.
"Jadi keliru kalau ditikum, kalau ditikum bahaya sekali, semua orang bisa disadap dengan alasan ingin mengetahui gerak-gerik seseorang. Kalau mau ditaruh penyadapan, maka letaknya dalam ranah penegakan hukum," sambung Tobas sapaan Taufik Basari.
Selain itu, Tobas pun menyoroti persoalan politik hukum jika penyadapan masuk ke dalam RUU Kejaksaan, di mana Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut penyadapan merupakan perbuatan atau tindakan yang melawan hukum, karena melanggar privasi dan HAM.
Menurut Tobas, jikapun penyadapan tetap dimasukan ke dalam RUU Kejaksaan maka harus ditulis penjelasan mekanismenya.
"Alasan kenapa disadap, batas waktunya berapa lama, perlakuan hasil sadapan. Kalau saya, sebelum memberikan kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksanaan, ada baiknya pastikan dulu RUU Penyadapan jadi," paparnya.