Namun ayamnya sudah ia jual. Sebagiannya mati. Kini kandang itu kosong.
Bangunan kandang ayam juga mirip gubuk. Kini kedua tempat itu jadi hunian pasangan usia senja ini.
“Kami pindah-pindah. Kalau ini bocor pindah ke sana. Kalau di sana bocor pindah ke sini,” kata dia.
Untuk mandi keduanya menampung air hujan. Kadang menggunakan air parit jika tak ada hujan.
Kebutuhan makan bergantung belas kasihan tetangga lain yang letaknya tak jauh dari gubuk pasangan ini.
Dawari tiba di Samarinda sejak 1997 dari Surabaya. Dia tinggal berpindah-pindah. Pada 2000 dia menikahi Mardiana.
Sempat punya anak satu. Istrinya mengalami gangguan jiwa sehingga anak tersebut diasuh oleh orang lain.
Usia anaknya kini sudah 17 tahun. Disekolahkan oleh orangtua asuhnya di Balikpapan.
“(Anak) baru sekali kunjung ke sini. Kami dipanggil om sama acil (tante). Karena mulai kecil dipelihara sama orang itu,” kata dia.
Sejak 2003, pasangan ini ditugaskan menjaga kebun yang kini mereka tinggali.
“Saya jaga kebun ini sudah lama. Dulu saya dibayar pemilik kebun. Tapi dia sudah meninggal jadi tidak ada lagi,” tutur dia.
Di sekitar gubuk Dawari punya beberapa tetangga. Rumah mereka sedikit berjarak dengan gubuk Dawari.
“Untuk makan kadang dibantu beras, ikan sama tetangga,” pungkas Dawari.
Dawari bersama istrinya berharap pemerintah bisa memberi mereka kehidupan lebih layak.