TRIBUNNEWS.COM - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Ketua KPK Firli Bahuri melanggar kode etik.
Hal itu terkait gaya hidup mewah kala Firli menggunakan helikopter sewaan dalam perjalanan pribadinya.
Putusan tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean dalam sidang yang disiarkan pada Kamis (24/9/2020) kemarin.
"Mengadili, menyatakan terperiksa terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku," kata Tumpak Panggabean.
Dewan Pengawas KPK menilai Firli tidak mengindahkan kewajiban untuk menyadari seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan KPK.
Baca: Penguatan KPK dan Pembenahan Birokrasi Lebih Efektif Tingkatkan Investasi Dibanding RUU Cipta Kerja
Firli juga dinilai tidak menunjukkan keteladanan tindakan dalam perilaku sehari-hari.
Padahal tindakan itu diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Atas pelanggaran tersebut, Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi ringan berupa pemberian Teguran Tertulis II kepada Firli.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II."
"Agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku," kata Tumpak.
Baca: Disanksi Teguran Tertulis Gara-gara Naik Helikopter Mewah, Firli Bahuri Janji Tak Mengulangi Lagi
ICW Meminta Firli Bahuri Mundur
Meski telah dijatuhi sanksi ringan, Indonesia Corruption Watch (ICW) masih mempertanyakan putusan Dewan Pengawas KPK itu.
Sebab sanksi yang diterima Firli disebut tidak sebanding dengan perbuatannya.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat, tindakan Firli menggunakan helikopter layak dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas KPK.
"Secara kasat mata, tindakan Firli Bahuri menggunakan moda transportasi mewah itu mestinya telah memasuki unsur untuk diberikan sanksi berat."
"Berupa rekomendasi agar mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK," kata Kurnia, Kamis (24/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Baca: Lima Catatan ICW atas Sanksi Ringan Ketua KPK Firli Bahuri
Menurutnya, putusan Dewan Pengawas KPK dinilai tidak akan mengangkat reputasi KPK yang terpuruk.
Hal itu karena tidak ada konsekuensi apapun atas sanksi ringan.
Firli hanya tidak dapat mengikuti program promosi, rotasi, tugas belajar dan pelatihan.
Sedangkan, Dewan Pengawas KPK disebut ICW tidak mendalami dugaan adanya tindak pidana suap atau gratifikasi dalam penggunaan helikopter tersebut.
"Terlepas dari putusan sanksi ringan yang mengecewakan tersebut."
"ICW menilai pelanggaran kode etik yang terbukti dilakukan Firli sudah lebih dari cukup untuk dirinya mengundurkan diri," kata Kurnia.
Baca: MAKI Apresiasi Dewas Vonis Bersalah Ketua KPK Firli Bahuri
Diketahui, Dewan Pengawas KPK pun membeberkan kronologi dari perbuatan Firli yang melanggar kode etik ini.
Mereka mengungkapkan, Firli menggunakan helikopter sewaan bersama istri dan dua anaknya.
Hal itu dilakukan Firli dalam perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang pada Sabtu (20/6/2020).
Lalu dilanjut dari perjalanan Palembang ke Jakarta pada Minggu (21/6/2020).
Adapun harga sewa helikopter Rp 7 juta per jam.
Baca: Firli Bahuri Pasrah Diputus Langgar Etik oleh Dewas KPK
Saat membacakan pertimbangan, anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho menyebut perbuatan Firli tersebut telah menimbulkan reaksi negatif dari publik.
Albertina mengatakan, perbuatan Firli juga berpotensi meruntuhkan kepercayaan publik terhadap Firli selaku Ketua KPK.
"Berpotensi menimbulkan runtuhnya kepercayaan atau distrust masyarakat terhadap terperiksa dalam kedudukannya sebagai Ketua KPK."
"Dan setidak-tidaknya berpengaruh pula terhadap pimpinan KPK seluruhnya," ujar Albertina.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ardito Ramadhan)