TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto meminta seluruh Kepala Daerah dan anggota legislatif untuk tidak menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi.
Hal ini disampaikannya mengingat hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan, yang menemukan beberapa perwakilan DPRD yang diduga meminta jatah pokir untuk meloloskan RAPBD OKU 2025.
Baca juga: OTT di OKU Sumsel, KPK Amankan 8 Orang Termasuk Tokoh PDIP, Hanura dan PPP
Ia mengingatkan, kasus yang terjadi di Kabupaten OKU tersebut untuk menjadi pelajaran, terutama bagi para Kepala Daerah dan anggota legislatif periode 2024-2029, yang baru dilantik beberapa waktu lalu.
"Saya juga ingin menyampaikan kepada seluruh Kepala Daerah, kepada seluruh anggota legislatif yang masa jabatannya masih baru, yang baru dilantik juga beberapa waktu lalu, ini menurut saya adalah hal yang harusnya menjadi perhatian bagi para pejabat eksekutif dan legislatif untuk tidak melakukan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi," kata Setyo, dalam konferensi pers, Minggu (16/3/2025).
Penyalahgunaan kewenangan tersebut, kata Setyo, berkaitan dengan aspek penegakan hukum.
Ia berharap para Kepala Daerah dan anggota legislatif untuk tetap menjaga integritas.
"Tidak memanfaatkan kepentingan dengan melakukan perubahan-perubahan APBD dengan memasukkan pokir yang akhirnya menurunkan kredibilitas daripada pemerintah daerah itu sendiri," ucapnya.
Baca juga: Ketua DPC Hanura OKU Diamankan Dalam Operasi Tangkap Tangan KPK
Perwakilan DPRD OKU Minta Jatah Pokir
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, tiga anggota DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan, meminta jatah pokir agar mereka mau menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU tahun 2025.
Beberapa perwakilan DPRD OKU tersebut, yakni Ferlan Juliansyah (FJ) yang merupakan Anggota Komisi III DPRD OKU; M. Fahrudin (MFR) Ketua Komisi III DPRD OKU; dan Umi Hartati (UH) Ketua Komisi II DPRD OKU.
Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap atau gratifikasi.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, kasus ini bermula sejak pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran 2025, di Januari 2025 lalu.
Beberapa waktu setelah pembahasan digelar, beberapa perwakilan DPRD OKU menemui pihak pemerintah daerah.
"Pada pembahasan tersebut, perwakilan DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan," kata Setyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Dalam pertemuan ini, perwakilan DPRD dan pemerintah daerah menyepakati jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) sebesar Rp 40 miliar.