News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengacara Anas Urbaningrum: Bukan Disunat tapi Pemotongan Hukuman

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anas Urbaningrum

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Rio Ramabaskara, angkat bicara soal dikabulkannya Peninjauan Kembali (PK) kliennya oleh Mahkamah Agung (MA).

Menurut Rio, Anas tidak mendapat sunatan hukuman, melainkan pemotongan hukuman. 

Selama ini, dikatakannya, istilah 'menyunat' tidak tepat digunakan untuk pemotongan hukuman Anas.

"Banyak media yang memberitakan bahwa klien kami memperoleh sunatan hukuman, perlu kami sampaikan bahwa istilah yang tepat bukanlah menyunat, tetapi memotong hukuman, yang pada pokoknya menerangkan kembali pada putusan tingkat pertama (yang menyidangkan perkara secara langsung)," kata Rio dalam keterangannya, Jumat (2/10/2020).

Lebih lanjut, Rio mengatakan, putusan tingkat dua di Pengadilan Tinggi masih lebih adil buat Anas ketimbang putusan PK MA. 

Pasalnya, dalam putusan di tingkat dua hukuman Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memotong hukuman Anas (di tingkat pertama) dari 8 tahun penjara menjadi 7 tahun. 

Baca: Gede Pasek : Sebenarnya Tidak Ada Pengurangan Hukuman untuk Anas Urbaningrum

"Atas putusan PK tersebut kami menilai masih lebih adil putusan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi) yang telah mengoreksi putusan Tingkat pertama (yang awalnya 8 tahun menjadi 7 tahun)," katanya.

Anas Urbaningrum (Tribunnews.com/Theresia Felisiani)

Rio melanjutkan, di tingkat pertama maupun di Pengadilan Tinggi hak politik atas Anas tidak dicabut. 

Dia mengatakan pencabutan hak politik tersebut mulai muncul pada putusan kasasi.

"Di mana hak politik klien kami dicabut tanpa batasan waktu, sedangkan pada putusan PK hak politik klien kami dicabut dengan batasan waktu. Sehingga, tidak ada sunatan hukuman. Melainkan Hanya kembali pada Putusan Tingkat pertama yang  ditambah dengan adanya pencabutan hak politik," katanya.

Lebih lanjut Rio mengatakan pihaknya yakin, berdasarkan novum dan kekhilafan hakim tingkat kasasi, harusnya putusan PK mampu lebih baik dari Putusan PT yang 7 tahun. 

Dia mengklaim bukti baru atau novum yang diserahkan sangat kuat dan kekhilafan hakim kasasi sangat lah nyata. Seharusnya, kata dia, Anas dibebaskan.

Meski demikian, dia mengaku tetap menghormati putusan PK. 

Dirinya juga bakal berdiskusi dengan Anas terkait putusan ini, termasuk kemungkinan upaya hukum lanjutan yang bisa ditempuh.

"Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh klien kami sejak awal persidangan permohonan PK ini, klien kami tetap mendambakan keadilan, sehingga sangatlah wajar kemudian klien kami menyebut PK/Peninjauan Kembali adalah Bentuk Perjuangan Keadilan," katanya.

Sebelumnya, diketahui MA memotong hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara.

Belum ada Komitmen Penegak Hukum

KPK menyayangkan sikap Mahkamah Agung (MA) yang menyunat masa hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Diketahui MA mengkorting hukuman Anas yang semula 14 tahun menjadi 8 tahun penjara melalui putusan peninjauan kembali (PK).

Anas adalah koruptor ke-23 yang hukumannya dipangkas MA.

"Bagi KPK ini cerminan belum adanya komitmen dan visi yang sama antar aparat penegak hukum dalam memandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa," kata Ali dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).

"Sejak awal fenomena ini muncul KPK sudah menaruh perhatian sekaligus keprihatinan terhadap beberapa putusan PK Mahkamah Agung yang trennya menurunkan pemidanaan bagi para koruptor," imbuhnya.

Ali menegaskan masyarakat akan menilai rasa keadilan dari setiap putusan majelis hakim PK Mahkamah Agung.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menunjukkan tersangka beserta barang bukti saat konferensi pers terkait OTT Kutai Timur di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7/2020). KPK resmi menahan Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Kutai Timur yang juga Istri Bupati Encek Unguria, Kadis PU Kutai Timur Aswandini, Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa, Kepala BPKAD Kutai Timur Suriansyah, Kontraktor Aditya Maharani, dan Decky Aryanto terkait dugaan kasus korupsi dalam bentuk penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Kutai Timur tahun 2019-2020. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Kami tegaskan kembali sekalipun PK adalah hak dari terpidana sebagaimana yang ditentukan UU namun pada gilirannya masyarakat juga akan ikut mengawal dan menilai rasa keadilan pada setiap putusan majelis hakim tersebut maupun terhadap kepercayaan MA secara kelembagaan," tegasnya.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango membiarkan masyarakat menilai ihwal sunatan masal hukuman koruptor oleh MA.

"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut," kata Nawawi, Kamis (1/10/2020).

Dia mengatakan, lembaga antirasuah telah bekerja seoptimal mungkin dalam menangani perkara korupsi.

Nawawi berujar KPK tidak bisa berbuat setelah upaya hukum PK dikabulkan.

"PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK," ujarnya.

Lebih lanjut, KPK berharap MA dapar segera menyerahkan salinan putusan terhadap koruptor yang hukumannya telah dikurangi pada upaya hukum PK.

Pasalnya, ke-22 salinan putusan terhadap koruptor lainnya hingga kini pun belum diserahkan oleh MA.

Masyarakat Bingung

Ketua Harian Ormas Gerakan Reformasi Hukum Zulfikri Zein Lubis menilai, perseteruan Mahkamah Agung dan KPK terkait persoalan hukuman Anas Urbaningrum, membuat masyarakat menjadi bingung.

Hal ini terjadi setelah keputusan MA yang mengurangi hukuman narapidana kasus korupsi melalui peninjauan kembali (PK), Anas Urbaningrum menjadi 8 tahun.

Menurut Zulfikri, jika memang upaya memotong dan menambah hukuman seseorang itu dianggap tabu, kenapa tidak direvisi saja Undang-Undang MA dan sebutkan MA hanya berhak menguatkan putusan hukum sebelumnya bagi seorang terpidana.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum keluar dari Rumah Tahanan KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/6/2015). Anas dipindahkan ke Lapas Sukamiskin setelah Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 14 tahun penjara dan pencabutan hak politik kepada Anas. Selain itu ia juga dikenakan denda Rp 5 miliar, uang pengganti Rp 57,59 miliar dan USD 5,261 juta. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN (WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN)

"Lalu cantumkan bahwa MA tidak memiliki kewenangan untuk memotong hukuman ataupun membebaskan seorang terpidana atau dengan kata lain MA bukanlah benteng terakhir bagi pencari keadilan. Namun merupakan tempat untuk menambah hukuman bagi seorang terpidana," kata Zulfikri, Jakarta, Jumat (2/10/2020).

Ia menilai, adanya rivalitas putusan antara MA dan KPK, seakan mempertontonkan drama satu babak dengan tema mendegradasi kewibawaan MA sebagai tempat mencari keadilan.

 Setiap penurunan hukuman yang diputus MA, kata Zulfikri, seolah-olah telah terjadi kongkalikong di dalam proses putusan itu, bahkan opini yang dibentuk yaitu menunjukan KPK menjadi satu-satunya lembaga penegak hukum yang paling superior secara de fakto.

"Cara berpikir seperti itu membuat seolah sah-sah saja bila KPK menabrak putusan MA, meskipun itu harus mengintervensi independensi MA sebagai lembaga tinggi negara," paparnya.

Sebelumnya, Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyayangkan sikap MA yang menyunat masa hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Bagi KPK ini cerminan belum adanya komitmen dan visi yang sama antar aparat penegak hukum dalam memandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa," kata Ali.

"Sejak awal fenomena ini muncul KPK sudah menaruh perhatian sekaligus keprihatinan terhadap beberapa putusan PK Mahkamah Agung yang trennya menurunkan pemidanaan bagi para koruptor," sambung Ali.

Berita ini dilengkapi dengan artikel yang telah tayang di Tribunnews.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini